“CA-RA-KA” (CIPTA RASA KARSA)
Tema pameran ini digunakan untuk membaca kembali konsep Trisakti Jiwa dari Ki Hadjar Dewantoro, yaitu cipta, rasa, dan karsa. Konsep ini menggambarkan kombinasi yang sinergis antara hasil olah pikir (cipta), hasil olah rasa (rasa), serta motivasi yang kuat di dalam dirinya (karsa). Ki Hadjar Dewantara memperkenalkan konsep ‘Taksonomi Cipta, Rasa, Karsa’ Konsep ini disesuaikan dengan susunan Aksara Jawa (HA NA) CA RA KA; yaitu Ca untuk Cipta, Ra untuk Rasa, dan Ka untuk Karsa (Jatman, 1999).
Secara umum, konsep ini sering dihubungkan dengan konsep pendidikan yang mengkaitkan antara Cipta dengan ranah kognitif dalam prilaku manusia, yaitu yang berhubungan dengan perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Rasa berhubungan dengan Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Sedang karsa adalah Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.
Konsep Taksnomi CA RA KA dari Ki Hadjar sebenarnya lebih jauh menggali ‘rasa’ sebagai bagian tak terpisahkan dengan ‘Cipta’ dan ‘Karsa’. Rasa dalam pengertian Ki Hadjar meliputi yang fisik (Rasa-Pangrasa) melalui panca indera. Rasa yang kedua berupa kesadaran mencipta (Rasa Rumangsa). Berkaitan dengan kesadaran berpikir dan kesadaran ingatan. Rasa yang ketiga adalah yang sejati (Rasa Sejati), rasa damai, rasa bebas, rasa abadi yang menubuh pada perilaku.
Di atas segala rasa itu terdapat apa yang disebut ‘Sejatining Rasa’, yaitu Rahsa (sukma) yang berarti hidup itu sendiri yang abadi. Dalam konsep Jawa, Rahsa (sukma) digunakan dalam merasakan keindahan. Proses kreatif yang paling dalam hadir dari suasana suwung (kosong). Darmanto Jatman menggambarkan suasana suwung sebagai “Osik-ginugah (bangkitnya suara hati), wisik-ngumandhang (terdengar bisikan dalam hati), Cipta-winedhar (menjabarkan cipta), Rasa-tumama (rasa yang telah mengena), Karsa-adreng (hendak mewujudkannya dalam kenyataan). Dalam kesusatraan Jawa Klasik, rasa dapat bermakna ‘hati nurani’. Selain rasa berkaitan dengan iderawi, rasa juga berarti ‘inti’, ‘suara suci’ yang merupakan kodrat ilahi.
Karya seni dalam konsep ini dilahirkan dalam proses sinergis antara kesadaran intelektual dan ingatan, kepekaan indera perasa, dan ketrampilan bertindak. Pameran ini mengundang para seniman untuk menengok dan membaca ulang konsep CA RA KA dari Ki Hadjar Dewantoro dalam kaitannya dengan pengalaman diri si seniman pada situasi kontemporer hari ini.
Orang Tua SALAM, Kurator Senirupa
Leave a Reply