Kelas dua angkatan 2023/2024 memiliki ritme belajar yang rapi. Jadwal pembelajaran, jadwal mentoring, jadwal fasi kecil, jadwal penyedia makan siang untuk satu pekan selalu diberikan di hari Sabtu sebelum masuk minggu selanjutnya.
Model kelas yang rapi dan terstruktur tak lepas dari budaya yang sudah terbangun sejak kelas 1 dan elemen kelas yang setara. Hal ini ditemukan juga di beberapa kelas lain di SALAM yang kelasnya memang membutuhkan jadwal yang terencana. Biasanya, latar belakang pekerjaan orang tua dalam suatu kelas akan mempengaruhi ritme dan jadwalnya pula.
Pada Jumat, 8 Maret 2024, kelas dua memiliki jadwal masak bersama. Hari itu, jadwalnya adalah kegiatan bebas, yang bisa diisi oleh orang tua. Sebelumnya, ada gagasan dari teman-teman kelas dua untuk membuat keripik bayam. Hal ini tercetus saat mereka berkegiatan di perpustakaan dan membaca buku tentang keripik bayam.
Gagasan itu pun disampaikan oleh fasilitator kelas dua kepada orang tua. Rasa penasaran anak-anak itu disambut dengan bersedianya Indri (orang tua dari Ras) dan Deby (orang tua dari Ave) untuk menjadi fasilitator tamu. Selain mereka berdua, Miyati (orang tua dari Addry) juga hadir mendampingi dan terlibat di tahap persiapan diskusi dan tahap persiapan memasak.
Semalam sebelumnya, di grup yang beranggotakan para orang tua kelas dua, terjadi diskusi. Indri dan Deby bertanya-tanya soal implementasi 4 pilar pendidikan Salam (pangan, kesehatan, lingkungan hidup, dam sosial budaya) ke dalam fasilitasi. Pertanyaan Indri dan Deby tak mendapat jawaban yang memuaskan. Tak ada diskusi yang alot.
Akhirnya fasilitasi tetap berjalan dalam kerangka yang direncanakan meski perihal implementasi 4 pilar pendidikan Salam belum dikupas dalam grup. Indri sudah mempersiapkan perencanaan fasilitasi dengan merencanakan diskusi dan sharing pengetahuan yang dilanjutkan dengan eksplorasi ke lapangan lalu ditutup dengan eksekusi memasak.
Sebelum diskusi, Indri mengajak anak-anak melakukan permainan tebak gambar. Lalu, diskusi dimulai dengan membahas tentang bayam. Dari diskusi, diketahui bahwa beberapa anak menyatakan belum pernah melihat daun bayam. Beberapa lagi pernah tahu bayam, tapi belum mampu membedakan dengan jenis daun-daun yang lain. Beberapa anak sudah tahu bahwa bayam memiliki akar.
Kehadiran orangtua pun menambah pengalaman langsung anak-anak tentang bagaimana bersikap terbuka dan mau saling mendengarkan dalam diskusi pada situasi yang berbeda dari biasanya. Anak-anak belajar bahwa pengetahuan bisa diperoleh dari siapa saja, tidak berpusat pada sosok guru atau fasilitator yang dikenalnya saja.
Proses fasilitasi berupa diskusi berlanjut ke eksplorasi. Anak-anak kelas dua diajak melihat berbagai tanaman di sekitar lingkungan. Mereka juga memetik bayam yang tumbuh di lingkungan Salam. Kegiatan ini membuat mereka melihat langsung wujud bayam saat masih ditanam.
Terjadi peristiwa menarik saat Taru dan Kenzi mencabut bayam hingga ke akarnya. Ketika diberi informasi bahwa yang dibutuhkan hanya daunnya saja, mereka pun berusaha menanam bayam itu kembali. Mereka berharap bayam yang ditanam kembali itu bisa tetap tumbuh. Peristiwa ini membuat anak belajar langsung tentang perlunya memakai bahan yang ada di alam sesuai kebutuhan.
Beberapa anak ada yang baru mengetahui bahwa akar bayam tertutup oleh tanah. Temuan ini terjadi setelah proses eksplorasi yang dilanjutkan dengan diskusi terkait temuan-temuan mereka. Transfer pengetahuan pun terjadi di antara anak-anak.
Dalam diskusi, Kenzi menunjukkan ketertarikan tentang informasi yang diberikan oleh Indri tentang klorofil. Pemantik yang muncul karena Kenzi mendapat bunga bayam saat memetik, membuat diskusi menjadi lebih panjang soal peran akar, umur panen bayam, hingga pengetahuan soal istilah bayam jantan dan bayam betina.
Anak-anak juga mengalami sendiri bagaimana cara memetik bayam dan mempersiapkannya agar bisa diolah dengan mencucinya terlebih dahulu. Aspek pendidikan berbasis lingkungan dan kesehatan pun tercapai dalam tahapan ini.
Kemudian proses belajar dilanjutkan ke eksekusi. Deby menjadi narasumber untuk mengolah bayam menjadi keripik. Saat mempersiapkan bahan, Deby dan Bu Umi (fasilitator kelas 2), mencoba menggoreng satu lembar daun mangkokan.
Saat itu ada Addry, Kenzi, Taru, dan Abe yang kemudian ikut penasaran. Mereka memetik daun mangkokan dan melumuri daun dengan tepung yang akan digunakan untuk membuat keripik bayam. Daun berlapis tepung itu digoreng lalu dicicipi. Menurut mereka, rasanya enak dan mirip dengan keripik bayam.
Addry dan Taru pun akhirnya mengulang lagi proses menggoreng keripik dari daun mangkokan beberapa kali. Bu Umi dan Indah (orang tua dari Yoyo), menambah informasi bahwa daun mangkokan juga enak dimasak menjadi pepes.
Saat fasilitasi, Deby memberi ide untuk membuat olahan lain yaitu bayam krispi. Setelah Deby berbagi pengetahuan soal cara membuat bayam krispi. Anak-anak pun mengeksekusi dan mencicipi. Ternyata rasanya tak kalah nikmat dari nori pabrikan. Olahan ini menurut Gendis mirip dengan rumput laut kering atau nori yang dijual di Indomaret. Anak-anak pun berpendapat bahwa keripik bayam maupun bayam krispi sama enaknya.
Ternyata tanpa dibahas ndakik-ndakik, fasilitasi tetap dapat berjalan dalam koridor yang sesuai dengan empat pilar pendidikan SALAM. Anak- anak pun akhirnya belajar langsung dengan mengenal bayam dalam wujud tanamanan hingga menjadi olahan. Pendidikan pangan, kesehatan, lingkungan hidup, serta budaya terpenuhi dalam satu kali dayung belajar.
Keterlibatan orangtua dalam pendidikan anak dapat menambah ragam pengetahuan secara dinamis. Lenturnya cara pembelajaran di Salam memungkinkan hal itu terjadi. Dengan komunikasi yang baik, melibatkan orangtua dalam pembelajaran juga dapat menambah ikatan antara tiga pemeran dalam pendidikan, yakni anak, orangtua, dan sekolah.
Disusun oleh: tim fasilitator kelas 2.
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply