Blog

Hari Tani (Seandainya Kedaulatan Petani Terjadi, Maka Perwujudan Kesejahteraan Bangsa Terpenuhi

Hari Tani adalah perayaan yang memperingati pentingnya peran petani dalam menjaga ketahanan pangan dan menghasilkan sumber daya agraria utama, yaitu tanah. Sejarah Hari Tani di Indonesia memiliki latar belakang yang menarik, dimulai dengan penentuan tanggal perayaannya yang berkaitan dengan perubahan posisi matahari dan perkembangan hukum agraria. Meskipun perayaan ini mungkin kurang mendapatkan perhatian yang layak, penting untuk menyadari peran besar petani dalam mewujudkan kedaulatan rakyat dan keberlanjutan pertanian.

Perkembangan Hari Tani

Sebelum tahun 1960, Hari Tani jatuh pada tanggal 21 Juni, ketika matahari berada di posisi titik balik paling utara, yang merupakan waktu yang paling tepat untuk memulai menanam di Indonesia. Namun, pada tanggal 24 September 1960, pemerintah mendungkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). UUPA ini memiliki peran penting dalam memenuhi hak dasar petani atas sumber daya agraria utama, yaitu tanah. Prinsip “land to the tiller” (tanah untuk yang mengolahnya) ditegakkan dalam UUPA, yang berarti petani memiliki akses dan kendali atas tanah yang mereka garap.

Sebagai penghargaan terhadap perjuangan petani dan sebagai tindak lanjut dari UUPA, tanggal 24 September ditetapkan sebagai Hari Tani. Tanggal ini menjadi momen untuk merayakan peran besar petani dalam pertanian nasional dan pentingnya hak mereka atas tanah. Selanjutnya, tanggal 21 Juni ditetapkan sebagai Hari Krida Pertanian, yang menekankan aspek-aspek teknis dan ilmiah dalam pertanian.

Makna Hari Tani

Meskipun Hari Tani memiliki sejarah dan makna yang dalam, banyak kelompok masyarakat yang kurang menyadari pentingnya perayaan ini dalam konteks kedaulatan rakyat dan kedaulatan pangan. Padahal, Hari Tani seharusnya dipandang sebagai peluang besar untuk mengapresiasi peran vital petani dalam menyediakan pangan bagi masyarakat.

Kelompok masyarakat yang peduli terhadap hak-hak petani, menjadi contoh nyata bagaimana Hari Tani dapat dirayakan dengan semangat kesolidan. Mereka memahami bahwa tanah adalah aset berharga yang harus dijaga oleh petani dan masyarakat secara keseluruhan.

Selaras dengan semangat ini, Islam juga mengajarkan nilai penting tentang pengelolaan tanah. Prinsip “man ahya adlan maytah fahiya lah” mengingatkan kita bahwa siapa pun yang merawat tanah yang subur dan menghidupkannya, berhak atas tanah tersebut. Ini adalah pandangan yang selaras dengan konsep kedaulatan rakyat dalam konteks pertanian.

Hari Tani adalah perayaan yang mencerminkan pentingnya peran petani dalam mewujudkan kedaulatan rakyat, terutama dalam hal sumber daya agraria utama, yaitu tanah. Sejarah perayaan ini, dari perubahan tanggal hingga penetapan UUPA, menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak petani. Namun, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting Hari Tani dalam memastikan kedaulatan pangan dan kesejahteraan bangsa. Semangat kesolidan seperti dan nilai-nilai Islam tentang pengelolaan tanah harus terus dijunjung tinggi dalam upaya memajukan pertanian Indonesia.

Dengan merayakan Hari Tani dengan semangat yang sesungguhnya, kita dapat menghormati dan mendukung para petani sebagai pilar utama dalam ketahanan pangan dan mengembangkan pertanian yang berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *