Blog

Kesejahteraan, Keadilan, dan Kebijakan Publik

Todung Mulya Lubis, seorang praktisi hukum berpengalaman dan mantan Duta Besar Norwegia, telah mengambil langkah penting dalam karirnya dengan menjadi seorang dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM). Di UGM, ia berperan dalam mengajar materi tentang negara kesejahteraan, sebuah topik yang dipahaminya dengan mendalam, mengingat pengalamannya sebagai praktisi hukum dan diplomat di negara Norwegia yang terkenal sebagai salah satu negara paling sejahtera di dunia.

Pengajaran materi ini, yang seharusnya menjadi mata kuliah wajib bagi semua jurusan di universitas, memberikan bekal penting bagi para mahasiswa. Selain itu, hal ini juga membuka ruang diskursus yang penting tentang isu-isu kebangsaan yang relevan. Namun, ada kekhawatiran bahwa orientasi yang terlalu berfokus pada capaian ekonomi untuk mendefinisikan kesejahteraan mungkin tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik bangsa kita. Mungkin istilah keadilan lebih tepat digunakan dalam konteks ini.

Melihat profil pelaku ekonomi nasional yang sebagian besar terdiri dari usaha mikro, terutama usaha mikro yang dikelola oleh individu atau keluarga, sangat sulit untuk mengubah struktur ekonomi yang telah ada sejak zaman kolonial. Namun, yang dapat dilakukan adalah memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah memperhatikan aspek keadilan sehingga masyarakat merasa puas.

Sebagai contoh, jika kita melihat motivasi utama seseorang untuk menjadi seorang dosen, seperti yang dikemukakan dalam survei, motivasi tersebut biasanya bukan terkait dengan kesejahteraan materi. Lebih sering, motivasi para dosen adalah untuk berkontribusi pada perkembangan pengetahuan, terlibat dalam penelitian tingkat dunia, menghadapi tantangan publik, dan bekerja dalam lingkungan meritokrasi. Jika dosen telah bersusah payah menyusun kebijakan singkat (policy brief), mereka mungkin berharap bahwa kebijakan tersebut akan diterapkan dan diikuti dengan serius.

Namun, ketika melihat struktur sosial bangsa kita, kita dapat melihat bahwa budaya hormat terhadap yang di atas dan kasih sayang terhadap yang di bawah adalah ciri khasnya. Ini menunjukkan bahwa orientasi yang terlalu mengandalkan peran negara dalam menciptakan kesejahteraan mungkin tidak selaras dengan realitas sosial kita.

Norwegia, sebagai contoh yang sering dibicarakan, hidup dalam kondisi lingkungan ekstrim yang berbeda dengan kita. Norwegia memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak dan gas, yang dapat mendukung model kesejahteraan yang sangat berbeda. Selain itu, faktor budaya dan sejarah negara-negara berbeda juga memainkan peran penting dalam cara mereka mengelola kesejahteraan.

Demokrasi, dalam prakteknya, mungkin tidak selalu sejalan dengan konsep kesejahteraan yang berkeadilan. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan konteks budaya dan sejarah ketika merancang kebijakan yang berkaitan dengan kesejahteraan. Kesimpulannya, orientasi kita sebaiknya lebih berfokus pada keadilan dalam kebijakan publik, mengingat karakteristik sosial dan budaya yang berbeda-beda, serta menghormati nilai-nilai yang telah lama menjadi bagian dari identitas bangsa kita.

Dalam menghadapi kompleksitas isu-isu kesejahteraan dan keadilan di Indonesia, perlu ada pendekatan yang komprehensif dan seimbang. Todung Mulya Lubis sebagai dosen dan pemikir, bersama dengan mahasiswa dan rekan-rekannya di UGM, dapat memainkan peran penting dalam merancang solusi yang sesuai dengan realitas dan kebutuhan bangsa kita.

Pertama-tama, perlu diakui bahwa kesejahteraan tidak hanya tentang aspek materi, tetapi juga tentang keadilan, akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang terjangkau, dan keadilan sosial. Hal ini sejalan dengan semangat Pancasila, yang mencantumkan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, program pendidikan seperti yang diajarkan oleh Todung Mulya Lubis dapat memperkuat pemahaman tentang nilai-nilai keadilan ini dan bagaimana mereka terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, penting untuk memahami bahwa masyarakat Indonesia memiliki keragaman latar belakang ekonomi, budaya, dan sosial. Oleh karena itu, setiap kebijakan kesejahteraan harus dapat mengakomodasi kebutuhan dan aspirasi yang beragam ini. Hal ini memerlukan pendekatan inklusif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.

Todung Mulya Lubis dan mahasiswanya di UGM juga dapat berperan dalam mendorong kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan. Keterlibatan aktif masyarakat dalam pemantauan dan evaluasi kebijakan adalah kunci untuk memastikan kebijakan yang diimplementasikan benar-benar mencerminkan kebutuhan dan aspirasi mereka.

Selain itu, perlu diingat bahwa masyarakat Indonesia memiliki nilai-nilai sosial yang kuat, seperti rasa hormat terhadap sesama dan semangat gotong royong. Ini adalah aset berharga dalam upaya menciptakan kesejahteraan yang inklusif dan berkelanjutan. Upaya untuk mempromosikan nilai-nilai ini dalam proses pembangunan kesejahteraan dapat memperkuat fondasi kesejahteraan yang berkelanjutan.

Pengajaran Todung Mulya Lubis di UGM tentang negara kesejahteraan dan keadilan adalah langkah positif dalam meningkatkan pemahaman tentang isu-isu penting ini. Namun, tantangan nyata adalah menerapkan konsep-konsep ini dalam praktik kebijakan yang sesuai dengan konteks Indonesia yang beragam. Dengan berkolaborasi, berdiskusi, dan memanfaatkan kekayaan pengalaman praktisi dan pemikir seperti Todung Mulya Lubis, kita dapat lebih mendekati visi kesejahteraan dan keadilan yang inklusif untuk bangsa Indonesia.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *