Minitrip ke Solo menjadi fokus utama awal semester ini, setelah direncanakan sejak semester sebelumnya. Namun, perjalanan ini baru dapat direalisasikan pada semester ini karena belum mendapatkan persetujuan dari beberapa orang tua. Perencanaan dimulai dengan memilih kendaraan, yakni KRL dan Batik Solo Trans. Teman-teman mencari jadwal dan biaya KRL serta waktu keberangkatan. Dalam proses perencanaan, muncul dua opsi yang menarik. Sebagian teman mengusulkan ide untuk naik kereta yang paling pagi, menikmati sunrise, dan sarapan di salah satu pasar di Solo. Beberapa teman terlihat sangat antusias mendukung ide ini, namun sebagian lainnya tidak setuju. Sebagai solusi tengah, diputuskan untuk membagi kelompok menjadi dua tim, satu tim berangkat dengan kereta paling pagi dan tim lainnya berangkat agak siang. Dalam kelompok tim siang, muncul perbedaan pendapat mengenai apakah akan langsung menuju stasiun atau berangkat bersama-sama dari SALAM, menggunakan TJ. Upaya mencapai kesepakatan pun dilakukan untuk menjaga keharmonisan dalam perencanaan minitrip ini.
Dalam proses pemilihan destinasi minitrip ke Solo, diskusi dimulai dengan menggunakan gambar-gambar destinasi atau makanan khas Solo yang dicetak dan ditempelkan di tembok sebagai stimulus. Melalui diskusi ini, pilihan teman-teman berhasil mengerucut menjadi dua opsi utama: Museum Sangiran dan Summerland.
Pada awalnya, Summerland menjadi pilihan dominan karena beberapa suara yang mendukung. Teman-teman yang memilih Summerland kemudian melakukan penelusuran lebih lanjut melalui sumber-sumber seperti YouTube dan berita. Mereka menonton video tentang Summerland dan setelah melihat informasi tersebut, banyak dari mereka setuju untuk mengunjungi tempat tersebut. Tertariknya beberapa teman terhadap main air, terlihat dari seberapa antusiasnya mereka saat bermain di sungai, juga menjadi faktor pendukung pemilihan ini.
Meskipun Summerland menjadi pilihan utama, ada kekhawatiran dari awal bahwa beberapa teman mungkin hanya memilih karena alasan “manutan” (ikut-ikutan). Hal ini menunjukkan perlunya memastikan bahwa setiap anggota tim benar-benar memiliki minat dan antusiasme yang tulus terhadap destinasi yang dipilih, agar minitrip menjadi lebih bermakna dan memuaskan bagi semua peserta.
Setelah destinasi terpilih, kami mulai merencanakan itinerary dan persiapan uang. Untuk menentukan itinerary, kami perlu mengetahui jadwal KRL yang memengaruhi jam berkumpul. Kereta paling pagi berangkat pukul 5.30, sehingga teman-teman berkomitmen untuk berkumpul di stasiun paling lambat pukul 5.15. Mereka diminta untuk memperkirakan jam bangun dan persiapan pagi masing-masing.
Bagi yang akan datang agak siang, pukul 8:50, teman-teman juga perlu memperkirakan waktu berkumpul. Terdapat keinginan untuk berkumpul di SALAM dan naik kendaraan umum (TJ) bersama. Meskipun ada yang menyarankan berkumpul pukul 8:00, sebagai pengguna TJ, saya menilai itu tidak mungkin, mengingat jarak dan ketidakpastian kedatangan bus. Namun, untuk menghindari kesan memberi perintah, saya mengajak teman-teman untuk melakukan survey keesokan harinya.
Pada hari survey, kami berkumpul di SALAM jam 8:30. Meskipun satu teman terlambat, kami melanjutkan perjalanan ke arah SMKI dengan catatan waktu dan dokumentasi foto. Waktu perjalanan kami dari SALAM ke SMKI sekitar 13 menit, tetapi bus yang ingin kami tumpangi tidak segera datang. Sebagai bagian dari survey, kami mencatat bahwa bus datang pukul 9:06. Setelah turun di Halte Malioboro 1, kami melanjutkan ke Stasiun Tugu dengan berjalan kaki selama 5 menit, menemukan total perjalanan dari SALAM adalah 50 menit, termasuk waktu menunggu di halte SMKI.
Kami menghitung bahwa perjalanan dari SALAM ke Stasiun Tugu dengan TJ dapat ditempuh dalam waktu 40 menit jika datang sesuai jadwal. Di stasiun, kami memastikan tempat kumpul, pintu masuk, dan cara mendapatkan tiket. Aleta bertanya tentang cara mendapatkan tiket, dijelaskan bahwa perlu kartu uang elektronik atau kartu KRL multitrip yang diisikan uang. Ganis memfoto jadwal KRL di stasiun.
Setelah informasi dianggap lengkap, kami kembali ke SALAM. Setelah tiba di SALAM, kami memproses informasi untuk menentukan jam berkumpul. Dengan mengetahui bahwa bus pukul 9:05 dan rute 6B berangkat setiap 35 menit, kami menghitung bahwa bus sebelumnya akan datang pukul 8:30. Namun, melihat waktu perjalanan ke stasiun, kami menentukan bahwa berkumpul pukul 7:30 adalah waktunya.
Survey ini tidak hanya membantu menentukan jam berkumpul, tetapi juga membantu teman-teman membuat keputusan berdasarkan kondisi fisik mereka. Beberapa memilih datang langsung ke stasiun, menghemat energi untuk menikmati perjalanan.
Proses pengolahan destinasi dan keterlibatan orang tua dalam perencanaan minitrip menjadi bagian penting dari persiapan. Kekhawatiran beberapa teman terkait destinasi awal yang dipilih terbukti ada, dan beberapa di antara mereka mengkomunikasikan ketidakpuasannya kepada orang tua. Orang tua kemudian menyampaikan hal ini kepada fasilitator sebagai bahan pertimbangan dan diskusi dengan anak-anak.
Beberapa orang tua juga menyampaikan ketidaksetujuan mereka terhadap pilihan destinasi awal dengan alasan keselamatan, terutama karena perjalanan ini tidak diikuti oleh orang tua. Fasilitator kemudian kembali memimpin diskusi bersama teman-teman untuk mengubah destinasi utama menjadi Museum Manusia Purba di Sangiran. Diskusi ini dilakukan secara santai dan dalam kelompok kecil.
Dalam kelompok yang didominasi oleh cowok-cowok, hampir semua setuju untuk mengubah destinasi, kecuali satu anak yang masih ingin memilih wahana air sebagai tujuan utama. Namun, keputusan tidak diambil secara sepihak, melainkan dengan memberikan penjelasan mengenai adanya wahana air yang mirip di Yogyakarta. Diskusi juga dilakukan di kelompok lain, dan ketika ada saran untuk menggunakan voting, Ayya menanggapi dengan mengusulkan untuk tidak langsung melakukan voting agar diskusi tetap berjalan.
Diskusi berlanjut untuk membahas pertimbangan-pertimbangan dan alternatif destinasi. Setelah beberapa pencarian, teman-teman menemukan destinasi alternatif, yaitu Taman Pintar di dekat stasiun Solo Jebres, yang tampaknya dapat disepakati oleh semua.
Sementara itu, fasilitator juga terlibat dalam diskusi darurat dengan orang tua untuk membahas destinasi dan alasan di balik dua kelompok dengan jam keberangkatan yang berbeda. Pada akhirnya, fasilitator dan orang tua mencapai pemahaman bersama, terutama dalam hal membagi dua kelompok untuk memudahkan pemantauan fasilitator dengan mempertimbangkan dinamika kelompok anak-anak tersebut. Semua keputusan dan pemahaman ini didasarkan pada diskusi terbuka dan kerjasama antara semua pihak yang terlibat.
Momen terakhir yang kami bahas adalah persiapan uang untuk perjalanan. Kami bersama-sama menghitung biaya yang akan dikeluarkan untuk KRL, bus, tiket masuk museum, hingga kendaraan yang akan membawa kami dari halte Sangiran ke museum. Teman-teman mencari informasi, dan Mba Cicik memberikan tambahan informasi karena telah mengunjungi tempat tersebut sebelumnya dan mengetahui perihal kendaraan yang akan mengantar dari halte Sangiran ke museum.
Selama proses perencanaan minitrip ke Solo, terjadi banyak momen belajar yang dilakukan secara partisipatif oleh para peserta. Lebih dari sekadar fokus pada destinasi, yang terpenting adalah memastikan bahwa perencanaan ini dilakukan bersama-sama, dengan melibatkan pengetahuan dan pengalaman masing-masing pihak.
Dengan demikian, minitrip ini bukan hanya tentang tujuan wisata, tetapi juga tentang proses belajar, kerjasama, dan pembelajaran bersama. Seluruh aspek perencanaan, mulai dari pemilihan destinasi hingga penyiapan anggaran, melibatkan partisipasi aktif dari setiap anggota kelompok. Ini menciptakan pengalaman yang lebih bermakna dan membangun pemahaman kolektif tentang perjalanan yang akan dihadapi.
*** Diolah dari dokumen catatan Kelas 4 SD Sanggar Anak Alam (SALAM)
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply