Sistem pendidikan modern telah lama dianggap sebagai wahana emansipasi, membawa harapan akan kesetaraan, kebebasan, dan pembebasan dari ketidaksetaraan. Namun, paradoks yang meruncing bahwa ternyata sistem ini sebenarnya juga menciptakan ketidaksetaraan. Di dasar sistem pendidikan, terdapat struktur yang membedakan guru yang memiliki pengetahuan dan murid yang sering dianggap tidak tahu apa-apa, mirip dengan oligarki sosial. Kontradiksi dalam sistem pendidikan modern, menggambarkan bagaimana harapan emansipasi sering terhambat oleh realitas ketidaksetaraan.
Pembedaan Antara Guru dan Murid
Salah satu elemen sentral dalam sistem pendidikan modern adalah perbedaan yang tegas antara guru dan murid. Guru dipandang sebagai pemegang pengetahuan yang telah didirikan, sedangkan murid dianggap sebagai individu yang perlu diisi dengan pengetahuan tersebut. Inilah awal dari ketidaksetaraan, di mana otoritas dan kontrol pengetahuan berada dalam tangan guru.
Begitu banyak guru yang memiliki kekuasaan mutlak dalam kelas, yang kemudian dapat menciptakan hierarki dan ketidaksetaraan dalam hubungan pendidikan. Ini seperti oligarki sosial, di mana kekuasaan tertinggi terpusat dalam tangan sedikit individu. Para murid menjadi pasif dalam proses pembelajaran, yang seringkali menghambat kemampuan mereka untuk mengemukakan ide, berpikir kreatif, atau mengembangkan pemahaman mendalam tentang materi.
Emansipasi yang Tertunda
Pendidikan seharusnya menjadi sarana emansipasi, di mana individu dapat mengembangkan keterampilan, pengetahuan, dan pemahaman yang diperlukan untuk mencapai potensi penuh mereka. Namun, dengan perbedaan yang kuat antara guru dan murid, emansipasi seringkali tertunda. Murid dihadapkan pada sistem yang lebih mengekang daripada membebaskan.
Sistem ini juga sering kali menciptakan ketidaksetaraan sosial. Murid-murid yang mungkin memiliki latar belakang sosial yang kurang beruntung atau berbeda seringkali merasakan ketidaksetaraan yang lebih besar. Mereka mungkin tidak memiliki akses yang sama ke sumber daya pendidikan atau mendapat perlakuan yang kurang adil dari guru.
Sistem pendidikan modern, yang pada awalnya dirancang untuk mendorong emansipasi dan kesetaraan, seringkali gagal mencapai tujuan ini. Sebaliknya, perbedaan antara guru dan murid menciptakan ketidaksetaraan, yang menyerupai oligarki sosial di dunia pendidikan. Untuk mewujudkan potensi sejati pendidikan, perlu ada usaha untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memberikan murid lebih banyak kontrol atas proses pembelajaran mereka. Hanya dengan cara ini, pendidikan dapat menjadi alat yang benar-benar membebaskan individu dan mendorong emansipasi yang dijanjikan oleh sistem pendidikan modern.
Peningkatan sistem pendidikan modern untuk mencapai emansipasi yang dijanjikan melibatkan beberapa langkah yang perlu diperhatikan:
Partisipasi Aktif Murid: Guru harus mendorong partisipasi aktif murid dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilakukan melalui diskusi, proyek kolaboratif, dan memungkinkan murid untuk mengemukakan pendapat serta pertanyaan. Dengan memberikan ruang bagi ekspresi dan pemikiran kritis, sistem pendidikan dapat lebih mendekati tujuan emansipasi.
Menghargai Keanekaragaman: Setiap murid memiliki latar belakang dan pengalaman yang unik. Guru harus menghargai keanekaragaman ini dan menyediakan bahan pembelajaran yang mencerminkan beragam perspektif. Ini membantu mengurangi ketidaksetaraan yang mungkin muncul akibat perbedaan latar belakang sosial atau budaya.
Penggunaan Teknologi: Teknologi modern dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatasi ketidaksetaraan. Akses ke sumber daya pendidikan online dapat membantu murid yang tidak memiliki akses ke perpustakaan atau guru dengan keahlian khusus. Ini dapat membantu mendekatkan kesenjangan dalam pembelajaran.
Pelatihan Guru yang Mendalam: Guru perlu dilatih untuk mengembangkan keterampilan pedagogis yang mendalam, termasuk cara mendengarkan, merangsang pemikiran kritis, dan memfasilitasi pembelajaran yang berpusat pada murid. Guru harus lebih dari sekadar pemberi informasi; mereka harus menjadi fasilitator pembelajaran.
Evaluasi yang Adil: Sistem penilaian harus dirancang untuk mencerminkan pemahaman yang sebenarnya dan perkembangan murid, bukan sekadar mengukur daya hafalan. Hal ini membantu mengurangi ketidaksetaraan dalam penilaian dan memberikan kesempatan kepada semua murid untuk menonjol.
Keterlibatan Orang Tua dan Komunitas: Orang tua dan komunitas lokal harus diintegrasikan dalam pendidikan. Mereka dapat memberikan dukungan tambahan, sumber daya, dan motivasi untuk murid. Keterlibatan mereka juga dapat mengurangi ketidaksetaraan yang mungkin muncul di luar lingkungan sekolah.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, sistem pendidikan modern dapat mencapai tujuan awalnya untuk emansipasi. Emansipasi sejati berarti memberdayakan individu untuk berpikir secara independen, mengejar impian mereka, dan berkontribusi pada masyarakat secara positif. Sistem pendidikan harus menjadi wahana yang memungkinkan semua orang mencapai potensi penuh mereka, tanpa memandang latar belakang atau keadaan mereka.[]

Seorang otodidak, masa muda dihabiskan menjadi Fasilitator Pendidikan Popular di Jawa Tengah, DIY, NTT dan Papua. Pernah menjadi Ketua Dewan Pendidikan INSIST. Pendiri Akademi Kebudayaan Yogya (AKY). Pengarah INVOLPMENT. Pendiri KiaiKanjeng dan Pengarah Sekolah Alternatif SALAM Yogyakarta.
Leave a Reply