Pada tanggal 19 Februari, sebuah berita baik datang dari Faridha, salah satu fasilitator di kelas 4. Faridha mendapat kesempatan untuk belajar lebih lanjut, namun hal itu membutuhkan persiapan yang panjang dan mengharuskannya untuk tidak lagi hadir di SALAM di pagi hari. Meskipun SALAM adalah sekolah berbasis komunitas dan kerelawanan tanpa kontrak yang memaksa fasilitator untuk menyelesaikan masa kerja mereka, sebagai teman, fasilitator, dan orang tua tentunya merasa senang dan mendukung keputusan Faridha. Namun, kepergian Faridha mengharuskan penyesuaian terhadap rancangan awal kelas yang dibuat dengan mempertimbangkan kehadiran 4 fasilitator. Tidak hanya itu, dua fasilitator lainnya juga telah meminta izin untuk absen selama dua minggu ke depan, meninggalkan kemungkinan bahwa hanya satu fasilitator yang tersedia untuk menemani anak-anak di SALAM.
Ketidakhadiran beberapa fasilitator ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadi situasi di mana beberapa anak mungkin tidak terfasilitasi dengan baik selama kehadiran mereka di kelas. Rencana awal pembelajaran di kelompok ini sudah mempertimbangkan situasi yang sulit dengan merancang kegiatan yang kondusif, terutama karena kegiatan yang lebih efektif dilakukan dalam kelompok kecil. Namun, jika hanya ada satu fasilitator yang tersedia, kemungkinan hanya satu kelompok yang dapat terfasilitasi secara optimal.
Dengan adanya perubahan ini, diperlukan pertimbangan lebih lanjut untuk menyesuaikan rencana pembelajaran agar tetap efektif meskipun dengan keterbatasan fasilitator. Solusi mungkin melibatkan pengaturan ulang kegiatan, pemilihan materi yang lebih mandiri, atau kolaborasi antar anak-anak dalam kelompok yang lebih besar dengan pengawasan yang lebih intensif dari satu fasilitator yang tersedia.
Rencana untuk membagi diri menjadi empat dan merancang kegiatan untuk kelompok-kelompok yang berbeda pada hari-hari tertentu adalah langkah yang bijaksana dalam mengatasi keterbatasan jumlah fasilitator. Namun, mengantisipasi anak-anak yang mungkin tidak tertarik dengan kegiatan utama adalah hal yang penting untuk diperhatikan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, meminta orang tua untuk terlibat sebagai pendamping anak-anak yang tidak tertarik dengan kegiatan utama merupakan langkah yang baik. Dengan begitu, anak-anak yang tidak tertarik dapat tetap terlibat dalam aktivitas yang sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.
Setelah mendiskusikan rencana dengan orang tua, langkah selanjutnya adalah berbicara langsung dengan anak-anak di kelas. Ini penting untuk memastikan bahwa kebutuhan dan minat mereka terpenuhi. Selama diskusi ini, kamu dapat menanyakan apakah ada kegiatan khusus yang mereka ingin lakukan atau minati yang dapat disesuaikan dengan waktu dan kemampuan orang tua atau pihak lain yang terlibat.
Selain itu, penting juga untuk berkoordinasi dengan fasilitator lain untuk mengetahui ketersediaan mereka untuk datang ke SALAM. Hal ini membantu dalam merencanakan jadwal kegiatan dan memastikan bahwa setiap kelompok memiliki pengawasan yang memadai.
Dengan kolaborasi antara fasilitator, orang tua, dan anak-anak, diharapkan dapat diciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan beragam, di mana setiap individu dapat terlibat dan berkembang sesuai dengan potensinya.
Gagasan mengundang orang tua untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pendidikan di SALAM sangatlah relevan dan memberi nilai tambah yang penting bagi komunitas pendidikan tersebut. Memperkuat peran orang tua dalam pendidikan bukanlah tanda dari ketidakmampuan fasilitator, tetapi lebih merupakan strategi untuk menciptakan kolaborasi yang lebih kuat antara berbagai pihak yang terlibat dalam pembelajaran anak-anak.
Mengajak orang tua untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan di kelas tidak hanya membagi beban kerja, tetapi juga memperluas jangkauan pengalaman dan pengetahuan yang dapat diberikan kepada anak-anak. Ini menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih holistik dan beragam, yang dapat memperkaya pemahaman dan keterampilan anak-anak di luar lingkungan kelas.
Selain itu, langkah ini juga memperkuat hubungan antara sekolah dan keluarga, yang merupakan faktor penting dalam kesuksesan pendidikan anak. Dengan melibatkan orang tua secara aktif, SALAM menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan terbuka, di mana setiap anggota komunitas memiliki peran yang berarti dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Mengajak orang tua untuk turun ke lapangan juga merupakan langkah penting dalam mendekatkan pendidikan kepada kehidupan sehari-hari anak-anak. Ini memungkinkan orang tua untuk lebih memahami konteks belajar anak-anak mereka dan memberikan dukungan yang lebih efektif di rumah.
Secara keseluruhan, mengundang orang tua untuk terlibat aktif dalam kegiatan pendidikan di SALAM bukanlah tanda dari ketidakmampuan fasilitator, tetapi lebih merupakan strategi yang cerdas dan inklusif untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang holistik, beragam, dan kolaboratif.
Benar sekali, pengakuanmu tentang peran yang berbeda-beda dari berbagai individu dalam pendidikan anak sangatlah relevan. Anak-anak memang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan perilaku mereka tergantung pada siapa yang berinteraksi dengan mereka, dan peran fasilitator, orang tua, teman sebaya, dan orang dewasa lainnya dapat memberikan pengaruh yang berbeda-beda.
Memulai perancangan pendidikan dari dasar dengan mempertimbangkan kebutuhan dan ketersediaan tenaga serta kemampuan di komunitas merupakan pendekatan yang bijaksana. Dengan cara ini, kita dapat mengidentifikasi siapa yang perlu terlibat dalam berbagai peran pendidikan, apakah itu sebagai fasilitator, orang tua tertentu, atau bahkan pihak eksternal.
Melibatkan orang tua secara aktif dalam pendidikan anak tidak hanya memperluas sumber daya dan pengalaman yang tersedia bagi anak-anak, tetapi juga memungkinkan terciptanya hubungan yang lebih kuat antara sekolah, keluarga, dan komunitas. Ini memperkaya lingkungan belajar anak-anak dengan mengekspos mereka pada berbagai pandangan dan pengalaman.
Berikut ini, mari kita lihat cerita dan refleksi dari orang tua yang terjun langsung ke dalam pengalaman pendidikan anak-anak, menambah dimensi baru dalam proses pembelajaran mereka:
Ketika Hanie dan Butet (ORTU SALAM) memasuki ruang kelas, mereka disambut dengan pemandangan yang cukup kacau. Barang-barang dan mainan tergeletak berserakan di sekitar ruangan. Meskipun tergoda untuk segera membersihkannya, Hanie dan Butet sadar bahwa mereka harus meminta arahan dari fasilitator utama. Mereka mendekati Andre, fasilitator utama, untuk meminta bantuan. Andre menjelaskan bahwa sebagian besar barang yang berserakan adalah properti permainan yang digunakan dalam kegiatan kelas. Namun, ada juga sebagian barang lain yang merupakan sisa-sisa dari lemari yang sudah rusak. Lemari itu sudah diperbaiki dan dibawa turun, tapi entah mengapa sebagian barang masih tersimpan di dalamnya sebagai warisan. Dengan pemahaman ini, Hanie dan Butet mulai merencanakan strategi untuk menata barang-barang tersebut. Mereka membagi tugas, satu fokus pada mengumpulkan dan merapikan properti permainan, sementara yang lain bertanggung jawab untuk mengklasifikasikan barang-barang sisa warisan.
Proses penataan ini tidak hanya membutuhkan kerjasama tim, tetapi juga kreativitas dan kebijaksanaan dalam menentukan tempat yang tepat untuk setiap barang. Hanie dan Butet memastikan bahwa setiap barang ditempatkan dengan rapi dan mudah diakses oleh peserta kelas.
Saat penataan selesai, ruang kelas berubah menjadi lingkungan yang rapi dan teratur. Hanie dan Butet merasa bangga dengan hasil kerja keras mereka. Mereka menyadari bahwa menjadi fasilitator bukan hanya tentang memimpin, tetapi juga tentang merawat dan menjaga lingkungan agar tetap kondusif bagi semua peserta kelas.
Dengan perasaan puas, Hanie dan Butet siap untuk menghadapi tantangan selanjutnya sebagai fasilitator. Pengalaman menata barang dan mainan ini tidak hanya meningkatkan keterampilan mereka dalam organisasi, tetapi juga memperkuat ikatan kerjasama dan kebersamaan di antara mereka.
Andre juga menjelaskan bahwa salah satu penyebab barang-barang di dalam kelas seringkali terlihat berserakan dan rusak, karena beberapa anak sering menggunakan mainan tanpa merapikannya kembali setelah selesai bermain. Hal ini menyebabkan kondisi barang-barang menjadi kacau dan terlantar.
Bahwa beberapa anak lebih responsif ketika diajak berbicara secara personal daripada dalam situasi formal dengan formasi fasilitator sebagai pusat perhatian. Awalnya, rencana untuk membersihkan kelas diakhir sesi pembelajaran. Namun, setelah makan siang, perhatian anak-anak terbagi-bagi. Beberapa di antara mereka sibuk menyiapkan kegiatan tambahan, sementara yang lain masih ingin bermain, dan ada juga yang ingin melaksanakan ibadah sholat.
Mendapati situasi yang demikian, mengambil keputusan untuk menyesuaikan rencana mereka. Mereka menyadari bahwa membersihkan kelas di akhir kelas tidak akan efektif karena anak-anak sudah terbagi perhatiannya. Sebagai gantinya, mereka memutuskan untuk memanfaatkan waktu sebelum makan siang untuk membersihkan ruangan. Hal ini memungkinkan anak-anak untuk fokus pada tugas-tugas mereka setelah makan siang tanpa harus terganggu oleh kekacauan di sekitar mereka.
Keputusan ini tidak hanya membantu memperbaiki kondisi kelas secara fisik, tetapi juga memberikan pelajaran tentang pentingnya fleksibilitas dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang terjadi. Bahwa sebagai fasilitator, mereka harus bisa membaca situasi dengan baik dan mengambil tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan anak-anak dan kondisi lingkungan.
Melihat Angger, Naka, dan Rakkai tengah asyik bermain, Butet memutuskan untuk bergabung dalam percakapan mereka dengan cara yang santai dan berkesan. Dengan langkah ringan, ia mendekati mereka dan mulai berbicara dengan nada bisik-bisik yang ramah.
“Kalian tahu, nanti saat kita akan pulang, bagaimana kalau kita memasukkan barang-barang kita ke dalam tas-tas yang aku gantungkan di sudut sana? Plastik di sini, kertas di situ, dan mainan di sana. Kalian bisa memilih tempat yang menurut kalian paling cocok.”
Anak-anak itu dengan cepat merespons dengan antusias, mengatakan bahwa mereka setuju dengan saran Butet, sebelum kembali asyik dengan permainan kejar-kejaran mereka.
Ketika waktu pulang semakin dekat, Butet melihat Angger hendak turun. Tanpa ragu, ia memanggil Angger dan bertanya apakah sudah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas-tas yang telah disediakan. Angger nyaris lupa, namun dengan bantuan Butet, ia segera membenahi barang-barangnya. Tidak hanya memasukkan barang, tetapi mereka juga memutuskan untuk melakukan penataan ulang.
Naka, Rakkai, dan Angger tidak puas hanya dengan membersihkan dan menata barang-barang mereka. Mereka melihat adanya debu, sarang laba-laba, dan barang-barang tak terpakai di dalam rak. Tanpa menunggu perintah, mereka bertiga mulai berinisiatif untuk membersihkan rak tersebut.
Mereka mencari cara untuk membersihkan sarang laba-laba di atas rak. Mereka menggunakan meja dan kotak yang ada di kelas dua sebagai alat bantu. Bergantian, mereka menyusun barang-barang dengan rapi, lalu dengan penuh keberanian mereka memanjat untuk membersihkan bagian atas rak.
Tindakan mereka bukan hanya sekadar membersihkan, tetapi juga menunjukkan inisiatif dan kepedulian terhadap kebersihan dan kerapihan ruangan. Butet melihat dengan bangga bagaimana anak-anak ini bekerja sama dengan penuh semangat dan tanggung jawab. Hal ini juga memberikan pelajaran berharga bahwa dengan kerjasama dan inisiatif, mereka dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan nyaman untuk semua orang.
Fasilitator utama, Andre, dan Pandu (seorang fasilitator tamu yang datang berkunjung), bergabung dalam kegiatan membersihkan ruangan sambil berbincang-bincang dengan anak-anak tentang benda-benda yang sedang mereka bersihkan. Mereka menciptakan atmosfer yang santai dan berbagi pengetahuan dengan anak-anak tentang pentingnya merawat lingkungan dan barang-barang yang ada di dalamnya.
Sementara itu, Butet mengambil tanggung jawab untuk membersihkan meja yang berada di dekat tangga. Meja tersebut terutama diisi dengan alat makan minum dan kotak makan. Namun, Butet juga menemukan sejumlah wadah yang tersisa dan belum jelas miliknya. Itu adalah warisan dari masa lalu yang mungkin terlupakan.
Di samping itu, ada sebuah kotak yang masih belum dibereskan. Kotak tersebut seharusnya digunakan untuk menyimpan buku-buku bacaan, tetapi karena terlanjur dipakai untuk menyimpan kertas-kertas dan mainan, kotak tersebut menjadi berantakan dan tidak terurus.
Mereka telah berusaha membersihkan sebisa mungkin, masih ada debu yang tersisa dan belum sempat disapu. Tidak terlihat adanya serok yang bisa digunakan untuk membersihkannya. Waktu terus berjalan, dan ketika menunjukkan pukul 14.00, mereka akhirnya memutuskan untuk pulang.
Meskipun upaya membersihkan sudah dilakukan dengan sebaik mungkin, namun kelas masih terlihat belum cukup bersih dan teratur. Tampaknya, masih diperlukan satu atau dua kotak lagi sebagai wadah serbaguna untuk menyimpan barang-barang agar ruangan dapat terorganisir dengan lebih baik di masa mendatang. Dengan demikian, mereka meninggalkan ruangan dengan harapan bahwa kebersihan dan kerapihan kelas akan terus diperhatikan dan ditingkatkan oleh semua yang terlibat.
Kesan pribadi kami (Butet dan Hanie) terhadap pengalamannya sebagai fasilitator pada hari Selasa sangatlah jujur dan reflektif. Meskipun melelahkan secara fisik, dia menyadari bahwa anak-anak yang penuh energi membutuhkan seseorang yang sama semangatnya. Namun, di balik kelelahan tersebut, Butet melihat banyak hal positif dari setiap anak saat mereka bermain bersama.
Salah satu hal yang mencolok setiap anak memiliki kejelasan dalam keinginan mereka. Mereka rata-rata memiliki kepribadian yang cukup kuat dan bisa dengan asertif menyampaikan keinginan dan keluhan mereka kepada teman-temannya.
Meskipun beberapa orang tua mungkin memiliki kekhawatiran apakah anak-anak mereka adalah tipe pengikut atau pemimpin, pada hari itu Butet tidak melihat masalah tersebut. Setiap anak terlihat mampu membuat pilihan dan menyampaikan pendapat mereka dengan jelas.
Berbagai inisiatif juga terlihat dari anak-anak. Rae, misalnya, dengan proaktif meminta istirahat karena merasa lapar dan mengajak teman-temannya untuk memulai jam snack. Ada juga kelompok anak yang memilih untuk mempelajari game baru bersama Andre daripada mengikuti sesi fasilitasi yang dipimpin oleh Hanie dan Butet.
ButeSelain itu juga menyaksikan beberapa anak yang berani tampil di depan untuk melakukan presentasi mewakili kelompoknya, seperti yang dilakukan oleh Puan dan Aleta. Bahkan dalam diskusi tentang bahan pangan, ada anak seperti Lita yang memberikan berbagai pertimbangan yang berharga.
Meskipun beberapa anak memilih untuk menyimak presentasi sambil bermain karena mereka belum selesai dengan permainan mereka, mereka mampu mengomunikasikan keinginan mereka dengan jelas.
Kami melihat bahwa protes-protes kecil dengan mudah diucapkan oleh beberapa anak kepada teman-temannya, menunjukkan bahwa mereka tidak hanya diam saja.
Dengan pengalaman ini, Kami berharap bahwa semua orang tua akan tertarik untuk bergiliran menjadi fasilitator agar mereka dapat melihat lebih dekat dinamika kelas dan memenuhi kebutuhan anak-anak.
Meskipun kelelahan terasa pada betis Butet, dia menyadari bahwa pengalaman menjadi fasilitator bukan hanya tentang waktu dan penghasilan yang hilang, tetapi juga tentang pengalaman yang sangat berharga. Bagi Butet, ganjaran yang didapat dari pengalaman ini sungguh tak ternilai, karena dia dapat melihat, merasakan, dan mengalami dinamika kelas dengan lebih jelas. []
Sanggar Anak Alam, 29 Februari 2024
Ditulis secara kolaborasi oleh Hanie dan Butet.
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply