Blog

RUMAH KARDUS UNTUK PENJARA KORUPTOR

Sanggar Anak Alam, 12 November 2025 Oleh Gany, Ortu Salam:

Abdi, bernama lengkap Abdilla Armand Prajabangsa, adalah murid kelas 1 tingkat Sekolah Dasar Salam yang turut mengambil bagian dalam Gelar Karya dengan judul unik dan menggugah: Riset Rumah Kardus untuk Penjara Koruptor. Pada tanggal 12 November 2025, di bawah langit pagi Salam yang jernih, Abdi mengikuti acara Gelar Karya dengan antusias yang tak terbendung. Acara dimulai pukul sembilan pagi di lapangan utama, dan Abdi hadir dengan semangat penuh rasa ingin tahu. Dalam proses risetnya, Abdi didampingi oleh Bu Deby, fasilitator kelas 1, yang dengan sabar membantu mencatat dan merawat alur pikirannya. Display Abdi menjadi salah satu yang paling menarik perhatian. Warga Salam dari berbagai usia berhenti, mengamati dengan rasa ingin tahu — terutama ketika melihat deretan mobil-mobilan yang berjajar rapi mengelilingi karya tersebut. Banyak yang bertanya-tanya, apa makna di balik penataan itu? Abdi hanya tersenyum — seolah membiarkan rasa penasaran itu menjadi bagian dari karyanya.

Tema riset Abdi dalam Gelar Karya kelas 1 pada 12 November 2025 adalah Rumah Kardus untuk Penjara Koruptor—sebuah gagasan yang tidak biasa, sekaligus mengejutkan untuk usianya. Belakangan ini, Abdi tengah menikmati dunia kreativitas berbahan kardus. Ia senang memotong, menempel, melipat, dan mengubah benda sederhana itu menjadi karya dengan bentuk dan cerita. Di saat yang sama, ia juga gemar mendengarkan, membaca, dan menonton kisah-kisah tentang koruptor yang akhirnya tertangkap akibat perbuatannya.

Dari dua kegemaran itulah imajinasi Abdi tumbuh liar, bebas, dan kadang tak terduga. Ia merangkai cerita, membangun dunia, dan menghadirkan gagasan yang membuat orang dewasa berhenti sejenak—bertanya dalam hati, dari mana semua ini muncul? Abdi adalah anak dengan dunia batin yang kaya: polos, jenaka, namun sekaligus kritis. Imajinasi baginya bukan sekadar angan-angan, tetapi cara membaca dunia.

Hari ini, Abdi tampak sumringah saat menceritakan karyanya di lapangan Salam. Ia menjawab setiap pertanyaan dengan senyum yang tak pernah benar-benar hilang dari wajahnya. Matanya berbinar—seolah ada lampu kecil yang menyala setiap kali ia mengenang proses membuat risetnya.

Dengan gaya jenakanya yang khas, Abdi menanggapi komentar teman-teman mengenai deretan mobil-mobil kecil yang disusun rapi di sekitar bangunan kardus buatannya. “Mobil-mobil itu sedang parkir,” ujarnya mantap. “Koruptor itu mobilnya banyak. Mereka lagi di dalam penjara, jadi mobilnya parkir di luar.” Penjelasan sederhana itu justru membuka ruang tawa dan kekaguman—sebuah logika kanak-kanak yang polos, tetapi jernih dalam membaca realitas.

Pada karya Abdi, penjara untuk koruptor tidak hadir sebagai tempat kelam dan menakutkan. Ia justru menghadirkannya dengan tembok penuh warna-warna cerah—seolah imajinasi masa kecil menolak tunduk pada citra gelap dunia orang dewasa. Di sana, keceriaan dan kritik bersanding tanpa saling meniadakan.

Abdi memiliki imajinasi yang kuat dan kemampuan menuangkannya dalam bentuk karya. Ia mampu meramu informasi yang ditemuinya—baik dari bacaan, cerita, maupun tayangan—menjadi gagasan yang segar dan autentik. Ia memahami bahwa perbuatan tidak baik memiliki konsekuensinya; dan melalui karyanya, ia menyampaikan pesan itu dengan caranya sendiri: jujur, jenaka, dan menggugah.

Karya Abdi menjadi pengingat bahwa dunia anak-anak tidak selalu menjauh dari persoalan besar. Mereka hanya melihatnya dengan cara yang lebih tulus—bahwa bahkan penjara koruptor pun bisa dibuat dengan warna, harapan, dan tawa.

Saat ini, Abdi sedang menikmati dunianya yang luas—dunia tanpa batas di mana ide-ide tumbuh bebas dan imajinasi menjelma menjadi bentuk nyata. Setiap goresan, susunan, dan rancangan yang ia kerjakan menunjukkan bahwa daya kreatifnya berkembang dengan sangat baik.

Abdi menyelesaikan karyanya secara mandiri, dengan tanggung jawab yang perlahan tumbuh seiring proses belajar. Ada ketekunan kecil di balik tangan mungilnya, ada kesungguhan yang hadir tanpa diminta.

Semoga di masa mendatang, Ayah dan Ibu dapat terus mendampingi langkah Abdi—menjadi bahu yang menuntun, bukan menarik; menjadi rumah yang mendukung, bukan membatasi. Dengan pendampingan penuh cinta, kemampuan Abdi akan tumbuh semakin matang, terarah, dan tetap setia pada dunianya yang penuh warna serta kejujuran.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *