Di semester ini aku bisa dibilang menjadi director atau yang akbrab disebut ‘Sutradara’ untuk projek podcast OAS (Organisasi Anak Salam). Sebenarnya aku sudah merencanakan konsep, dan tujuanku mau jadi director. Yang pertama ide ini muncul dengan keresahanku dengan orang tua Salam (Sanggar Anak alam) yang memasukan anaknya untuk bersekolah di Salam, namun kurang melakukan riset tentang sekolah Salam. Sebelum menjadi orang tua di Salam, orang tua diharapkan bisa tau terlebih dahulu bagaimana konsep belajar di Salam, dan mengetahui bagaimana orang tua berperan di Salam. Seringkali, meski Salam kerap menyebut dirinya sekolah merdeka, tapi masih ada orang tua yang tidak memerdekakan anaknya sendiri.
Karena Salam ini beda dengan sekolah biasanya ya, yang orangtua hanya menitipkan dan mempercayakan anaknya pada sekolahnya. Di Salam, orang tua diajak untuk bergabung dan ikut belajar. Jika aku boleh berteori, mengapa orang tua baru di Salam itu jarang mengikuti kegiatan atau jarang ada yang masuk ke dalam FORSALAM (Forum Orang Tua Salam), karena ada rasa sungkan dan ada rasa senioritas di sini. Kenapa? Karena orang tua yang ikut bergabung FORSALAM itu ya orangtua yang itu-itu saja, yang sudah dari lama di Salam.
Nah, dari keresahan aku tersebut, aku ingin mengundang orang tua baru dan orang tua lama ke acara podcast OAS untuk menjadi narasumber kami. Podcast orang tua lama sudah diupload di kanal Youtube-nya Salam (https://youtu.be/7GFxnO2DegU?si=7KB_17uHUUBzrYZg). Di podcast tersebut ada pernyataan dari Bu Wiwin (Wali murid yang anaknya sudah lulus sejak lama di Salam dan sekarang menjadi fasilitator di Salam) yang kira-kira berbunyi seperti ini, “Di Salam itu yang belajar bukan hanya anak anak saja tapi orang tua juga ikut belajar.” Saat itu juga dalam hatiku berkata dengan sumringah, “Akhirnya ada yang mewakili.”
Memang orang tua disuruh belajar apa? Belajar untuk memerdekakan anak, belajar untuk membuat anak mencari jati dirinya sendiri tanpa diatur oleh orang tua. Dan peran orang tua hanya membantu mereka menemukan jalannya saja, membantu mencari.
Menjadi director itu seru. Pada awalnya kukira mengurus produksi itu hanya menyuruh dan menyuruh. tu yang terlihat. Tapi ternyata banyak hal tentang produksi yang tidak terlihat. Salah satunya semua orang bertanya ke kamu (sebagai director). Contoh kecilnya; “Sa, ini kameranya segini piye?” “Sa, ini nek dibikin gini gini gini scriptnya pie?” “Suarane wes aman ngene?” “Mejone kurang rene ora sih Sa?”. Tapi dengan itu semua akhirnya aku belajar menjadi leader. Dan sebagai bonus, sebelum atau sesudah take itu bisa ngobrol dengan narsum yang diundang.
Tantangan.
Karena podcast ini pengambilan gambarnya di Joglo Elang (rumah temanku) yang jaraknya tidak jauh dari Salam, bahkan hanya berjalan kakipun sampai. Dimana kondisi lokasinya semi-outdoor, sehingga cuaca sangat berpengaruh saat podcast sedang berlangsung. Saat take episode orang tua lama itu di akhir-akhir hujan turun dengan deras sehingga mengganggu suara mic. Tapi Itu serunya. Aku sebagai director harus mikir problem solving. Karena pada saat itu mic yang kami pakai bisa diatur sensitivitasnya, akhirnya mic didekatkan dengan mulut yang membuat suara hujan tak terdengar. Problem selanjutnya ada kelalaian dari tim sendiri. Perlu kalian tahu, podcast orang tua lama yang saat ini bisa ditonton di youtube Salam Yogyakarta itu take kedua, dikarenakan file video saat take pertama itu tidak sengaja terhapus, akhirnya kami memutuskan untuk take ulang. Beruntungnya aku, aku mendapatkan tim yang enak dan sudah berpengalaman. Gabriel dan Peter yang sudah sering dengan pengoperasian kamera aku buat mereka menjadi kameramen. Ellen dan Masayu yang bisa menulis jurnal dan menulis script aku buat mereka menjadi script writing. Jenar yang mempunyai jiwa-jiwa perkap aku buat dia untuk mensetup tempat. Ruel menjadi narahubung dengan para narasumber. Ranu menjadi editor. Dan aku dengan Jenar melakukan double job menjadi penata suara. Mempunyai tim yang sudah bisa dibidang mereka masing-masing begitu sangat memudahkanku.
Jujur masih banyak hal ingin aku coba di podcast ini, misalnya aku sangat ingin adanya prompter untuk memudahkan host dan narsum supaya mereka tidak hilang arah. Bahkan saat masih perencanaan podcast ini aku sudah terpikirkan untuk adanya gimmick, Gimmick pertama yang aku bayangkan adalah Pak Sea dengan kostum apapun itu datang dengan membawa teh sembari Pak Sea memberikan kuis atau pertanyaan yang sudah kami rancang. Namun ternyata bayangan itu tidak jadi terlaksana karena adanya kendala.
Namun aku merasa lumayan senang mendapatkan respon positif tentang podcast ini. Hingga aku bingung apakah ingin aku lanjutkan atau tidak pada semester depan besok, secara aku besok itu sudah berada di kelas 12 dan yakin akan semakin sibuk dan pusing mikirin masa depan. Anjay masa depan.
Terimakasih Dacok & Mimi sudah membantu proses berjalannya podcast ini dengan memfasilitasi tempat hehe.
Siswa SMA Eksperimental SALAM
Leave a Reply