Main musik dan bergabung dalam sebuah band menjadi salah satu kegiatan anak saya akhir-akhir ini. Tahun lalu memang menjadi tonggak bersejarah kemunculan band-band di lingkungan SALAM. Mulai dari band anak-anak SMP, Bandanas, hingga band anak-anak SD, salah satunya Air Band, dimana anak saya ikut di dalamnya.

Sebetulnya perkembangan band di SALAM ini, setahu saya lho ya, dimotori oleh Agni Band. Itu merupakan band SALAM yang dimentori dan dimanajeri oleh Pak Gemax. Band ini awalnya berisi anak-anak Kelas 5 waktu itu, ada Elang, Thomas, Oscar, Sena, Flo, kemudian kakak kelasnya Bintang, dan beberapa anak lainnya. Kemudian band ini berkembang dengan personel yang berubah-ubah, namun ketenaran Agni Band ini sudah tak diragukan lagi di lingkungan SALAM. Nah, dari Agni inilah kemudian muncul band-band lain di Salam hingga saat ini. Kalau tidak salah, Agni masih eksis dengan personel Elang, Flo, Sena, dan Bintang.
Terlebih di SALAM saat ini ada mentor lain selain Pak Gemax, yakni Mbak Cipi yang menularkan ilmu musiknya lewat Perkusi “Drumblek” SALAM, kemudian berlanjut dengan belajar music sesuai minatnya masing-masing dibawah arahannya, seperti main gitar, vocal, dan drum. Nah ini pula yang mungkin juga menginspirasi masing-masing anak untuk akhirnya membentuk sebuah grup music dan band.
Nah, bermusik dan ngeband ternyata membawa tahapan yang cukup krusial bagi anak saya, Rachel, yang saat ini duduk di Kelas 6 SD Salam. Tak hanya tentang skill main gitar dan bass-nya saja. Tapi justru lebih dalam lagi, yakni belajar tentang KOMITMEN dan MENEPATI JANJI.

Dua hal itu menjadi perhatiannya beberapa saat begitu memantapkan hati bergabung dalam sebuah band yang isinya cewek-cewek di kelasnya. Ada Citta di Kajon, Nara di Vokal, Ayudha di Gitar, Bea dan Atisha di Ukulele, dan Rachel di Bass. Nah, saat ada acara di Salam mereka berkesempatan untuk tampil. Mereka pun latihan rutin di bawah bimbingan Bu Rina dan Pak Bima, ortu Salam.
Namun, ternyata jadwal latihan ini tampaknya tak melulu diiyakan oleh anggota band yang lain. Ada yang bisa datang, ada yang tidak bisa datang, ada yang bilang bisa tapi ternyata nggak datang karena lupa misalnya. Kondisi itu pun akhirnya membuat Rachel sering menggerutu, sebab baginya latihan ini penting karena mempertaruhkan nama Kelas 6 jika mereka bermain tidak kompak saat pentas. Ternyata ngeband bebannya berat juga ya pikirku, hehee.

Dari pengalaman-pengalaman yang dia rasakan itu justru memberikannya pelajaran berharga. Rachel mulai belajar bagaimana sebuah janji itu harus ditepati, dan belajar berkomitmen untuk mencurahkan sebagian waktunya dalam sebuah band. Bahkan, saya pernah mendapati catatan kecilnya yang akan dia bahas dalam sebuah rapat band. Tulisannya kurang lebih begini “Yang akan disampaikan saat rapat : 1. Kesepakatan band, 2. Komitmen band, 3. Band itu nggak mikirin diri sendiri, 4. Yang lanjut ayok, yang nggak kenapa?”
Bagi saya, catatan kecil yang dibuat Rachel itu cukup membuat saya kagum. Wow, begitu gumam saya dalam hati. Hebat juga pengaruh sebuah kegiatan bernama “band-bandan” ini dalam sebuah proses seorang anak. Sebab, menepati janji dan berkomitmen ini tak bisa begitu saja bisa terjadi dalam sebuah sikap seseorang.

Saya jadi teringat, dulu banget saat saya masih kuliah, saya mendapati teman SMA saya yang kecewa berat dengan rekan satu band-nya. Di saat akan pentas, salah satu anggota band-nya tak muncul, tak ada kabar kenapa dia tak datang saat pentas, padahal sehari sebelumnya mereka latihan dan fine-fine saja. Jahatnya lagi, teman satu band-nya ini tidak mengucapkan kata maaf saat mereka bertemu lagi dikemudian hari. Itulah, mengapa belajar menepati janji dan berkomitmen menjadi satu hal yang harus dikenalkan, dilatih, dan diterapkan sejak dini. Agar dikemudian hari anak-anak bisa menjadi sosok bertanggung jawab dengan apa yang diperbuatnya.
So, saya pun tetap akan mendukung anak saya “band-bandan” karena ngeband tak sekadar senang-senang, bermain music sekaligus berproses untuk menjadi “manusia”. (*)

ORTU SALAM, Jurnalis
Leave a Reply