Adanya virus corona yang membuat masyarakat resah sejak 15 Februari 2020, dan semakin bertambah parah pada tanggal 13 maret 2020 saat telah tercatat hingga 69 kasus, membuat sekolahku, Sanggar Anak Alam (SALAM) memutuskan untuk memindah kegiatan belajar di rumah selama 2 minggu. Awalnya aku masih menyepelekan dan biasa saja tanpa mempedulikan kebijakan/ himbauan yang diberikan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus ini. Di minggu pertama libur pun aku tidak melaksanakan riset yang seharusnya tetap dilakukan di rumah.
Kemudian pemerintah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tetap di rumah dan melakukan social distancing yang artinya semua masyarakat benar-benar dihimbau untuk mengisolasi diri sendiri di rumah. Di situ aku berpikir, “Berati aku gak bisa main, gak bisa kumpul bareng teman, terus aku ngapain di rumah?” Aku pun sudah merasa jenuh di rumah.
Sepertinya tidak hanya aku yang merasakan itu tetapi teman-temanku juga. Begitu juga dengan teman-temanku yang berada di sekolah formal. Mereka mengeluh lebih memilih untuk masuk sekolah daripada libur di rumah. Mereka juga mengeluh dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh pihak sekolah yang setiap hari terus ada. Tugas harian itu tidak hanya 1 mata pelajaran/ hari tetapi bisa 2 bahkan sampai 4 mata pelajaran yang diberikan tiap harinya.
Selain itu pemerintah juga memutuskan meniadakan UN. Artinya, setelah lulus tidak ada kesempatan lagi untuk berkumpul untuk terakhir kalinya di satu sekolah yang sama bersama teman-teman satu angkatan. Itu sebabnya mereka lebih memilih untuk bersekolah. Aku pun tidak heran dengan itu karena dulu aku pernah bersekolah di sekolah formal dan merasakan hal yang sama.
Akhirnya di minggu kedua aku mulai mengerjakan riset yang seharusnya sudah dilakukan sejak minggu pertama, karena aku merasa tugasku belum seberapa dibanding teman-temanku yang bersekolah di sekolah formal, yang otaknya terus menerus disuruh bekerja. Karena risetku semester ini adalah tentang shibori, maka aku mulai serius mempelajari cara pelipatan shibori yang benar. Aku pun menjual produk-produk kaosku yang sudah sempat aku buat sebelumnya. Dari hasil penjualan aku mengolah uang itu lagi untuk membeli bahan yang diperlukan selama riset di rumah.
Di hari kedua minggu kedua, aku mulai membeli bahan yang aku perlukan untuk mengerjakan riset. Tetapi karena adanya berita-berita yang terus disiarakan, baik di televisi maupun media sosial seputar perkembangan penyebaran virus corona, aku terus merasa cemas. Aku yang tadinya tidak peduli menjadi resah. Aku benar-benar takut dan akhirnya risetku sempat terhenti karena aku terlalu memikirkan kasus virus itu. Aku kembali mengurungkan niat untuk mengerjakan riset dan menghabiskan waktu hanya dengan rebahan, bermain game, dan bermain media sosial.
Tetapi di satu sisi aku berpikir, kalau aku hanya diam tidak melakukan apa-apa, aku semakin merasa takut dan cemas. Akhirnya aku mengumpulkan niat dan berusaha untuk kembali mengerjakan risetku. Selain untuk menghilangkan rasa cemas, aku mempunyai target untuk menbuat produk dan menjualnya. Selama melakukan riset aku mendokumentasikan kegiatan yang aku lakukan dengan cara memfoto atau membuat story di Instagram brand, @rawapak. Ini menjadi kesempatanku untuk mulai mengaktifkan akun tersebut karena sebelumnya tidak pernah aktif sama sekali. Cara ini juga menjadi media untuk melaporkan perkembangan risetku ke fasilitator selama aku mengerjakan riset di rumah.
Selama tiga hari terakhir aku sudah membuat pola di tiga lembar kain yang masing-masing berukuran 1 meter. Selanjutnya aku bakal mengolah kain itu dengan teknik shibori pewarna alam untuk dijahit menjadi pakaian. Selain di kain, aku juga membuat dengan media kaos karena ada pesanan kaos untuk satu keluarga. Aku sempat terburu-buru dalam mengerjakan pesanan ini karena 3 hari lagi masuk sekolah. Tetapi kemarin aku mendapat info bahwa libur diperpanjang sehingga aku tidak terlalu terburu-buru untuk menyelesaikan semua targetku.
Ada beberapa hal yang aku dapatkan selama berkegiatan di rumah. Selain lebih sering kumpul bersama keluarga, aku juga bisa berkomunikasi bersama keluarga tentang apa yang bakal aku lakukan, apa yang aku nggak mau lakukan, apa yang bakal aku hindari. Aku juga bisa mengeluarkan imajinasiku untuk diriku sendiri di kemudian hari.Selain itu aku bisa menggunakan hp untuk hal yang mendukung risetku dan melihat hal-hal yang penting. Selama belajar di rumah aku juga bisa mengejar target-target risetku sebelumnya. Aku juga mulai berfikir untuk lebih bisa menghemat dan melakukan hal yang seharusnya tidak dilakukan.
Namun ada juga efek negatif dari kegiatan belajar di rumah ini karena sebenarnya aku paling tidak betah di rumah. Di lima hari pertama aku lebih memilih berada di kamar terus-menerus, gampang terpancing emosi, dan risetku pun sempat benar-benar tidak kupedulikan. Tetapi itu hanya terjadi seminggu pertama. Sekarang aku lebih memilih mengerjakan riset daripada memikirkan hal lain yang tidak perlu dipikirkan.
TanggaL 27 maret jam 13.00 melalui live IG Pak Toto menyebutkan bahwa ada beberapa tingkatan dalam belajar. Yaitu deklaratif, pembuktian, kumulatif, serial, dan pararel. Setelah mengamati dan mereview risetku sendiri, aku ada dalam tahap pembuktian dan mengarah pada tahap komulatif. Karena dalam satu sisi produk kaos yang terbuat dari pewarna sintetis sudah mulai memasuki tahap penjualan dan sudah sudah ada yang merespon tentang produk itu. Tetapi sisi lain, goal awal riset untuk pewarnaan alam, walaupun sudah memasuki tahap produksi, belum siap untuk dilanjutkan ke tahap penjualan. Aku berencana untuk bisa menjual semua produk, baik itu terbuat dari pewarnaan sintetis maupun pewarnaan alam.
Memang dengan adanya social distancing aku sempat membuang-buang waktu. Tapi hal positif yang aku peroleh adalah aku bisa lebih mengerti cara membuat pola shibori yang baik. Selain itu keluargaku jadi tahu tentang target-targetku, tentang apa yang bakal aku lakukan di kemudian hari dan apa yang tidak akan kulakukan. Yang terpenting aku pun lebih tahu apa yang aku mau.[]
Murid SMA Eksperimental Sanggar Anak Alam
Leave a Reply