Tanggal 4 Januari kemarin adalah hari pertama kami keluarga Sanggar Anak Alam (SALAM) memasuki semester baru, semester dua. Seperti yang telah diterapkan dalam tahun-tahun belajar sebelumnya, SALAM selalu menggunakan metode riset dalam proses belajarnya. Mengapa? Ya, karena proses belajar di SALAM selalu berangkat dari peristiwa nyata sehari-hari, yang ada di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Karena SALAM adalah sebuah tempat belajar yang meyakini pemikiran: mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham dan menemukan sendiri saya kuasai.
Metode riset di SALAM mulai diterapkan sejak tingkat pendidikan dasar. Teman-teman kecil di kelas 1 sampai dengan kelas 3 melakukan riset bersama-sama satu kelas. Sementara untuk kelas di atasnya riset bersifat individual, yang dimaksudkan untuk mendorong kemandirian belajar sesuai minatnya serta memperkuat peran orangtua sebagai salah satu pilar dalam tri sentra pendidikan.
Apa yang diriset oleh anak?
Apa saja. Sesuatu yang dekat dengan kehidupan anak, sesuatu yang sedang menarik perhatiannya, atau sesuatu yang sedang ditekuninya. Anak dimerdekakan untuk memilih tema sendiri, tentu saja dengan didampingi oleh fasilitator dan orangtua untuk menjadi teman diskusi apakah tema riset yang dipilih memungkinkan untuk dilakukan atau tidak, dapat dikaitkan dengan indikator yang harus dicapai atau tidak.
Di semester dua ini teman-teman kecil kelas empat memilih riset beragam. Ada yang memilih riset tentang menanam sawi hijau, membuat layang-layang, membuat martabak telur, bermain ukulele, mengamati kereta ap, sampai dengan riset tentang pangan lokal melalui media fotografi. Jika dilihat dari temanya saja, sudah tentu tempat belajar mereka nanti menjadi sangat luas, bukan saja di dalam kelas tetapi juga di lingkungan luar. Bukan saja dengan teman-teman sebaya di sekolah, tetapi juga dengan orang-orang dari berbagai usia dan beragam kalangan.
Apa peran fasilitator dan orangtua?
Memang proyek riset individual ini memerlukan pendampingan baik oleh fasilitator maupun orangtua, namun sifatnya bukanlah memberikan instruksi namun sebagai teman diskusi. Fasilitator dan orangtua tidak akan menyajikan informasi untuk dihafalkan, namun akan memantik pemikiran anak untuk melakukan penyelidikan dan penemuan-penemuan melalui pertanyaan-pertanyaan.
Ini merupakan karakter utama metode yang diterapkan di Sanggar Anak Alam yang berpijak bahwa konsep membangun pengetahuan yang terbaik adalah melalui pengalaman niteni, nirokke, dan nambahi. Fasilitator dan orangtua bersama-sama memantau setiap kemajuan anak dalam menguasai suatu konsep dan keterampilan. Fasilitator dan orangtua juga harus jeli, kapan dia perlu membimbing, dan kapan perlu memberikan tantangan anak untuk melangkah ke urutan pembelajaran selanjutnya.
Bagaimana riset ini berjalan?
Alur riset di semester dua ini telah dibuat untuk memberikan gambaran bersama bagaimana nanti prosesnya berjalan. Selama bulan Januari anak-anak akan membuat perencanaan riset dengan pertanyaan-pertanyaan seputar “apa, siapa, kapan, di mana, berapa, bagaimana”. Setelah perencanaan tersusun, bulan selanjutnya yaitu Februari anak akan mulai melakukan pengumpulan data, di sinilah sebenarnya anak akan mulai mengerjakan risetnya. Pada akhir periode ini akan dilakukan evaluasi untuk memantau hasil riset. Jika riset berhasil, fasilitator berperan memberikan tambahan pertanyaan pengembangan dengan tujuan memperkaya hasil riset. Sementara jika anak belum berhasil melakukan riset, maka akan dilakukan diskusi bersama menemukan solusi untuk dapat memperbaikinya.
Bulan berikutnya, yaitu Maret, periset periset cilik ini akan melakukan proses pengolahan data, di mana dari proses yang nyata ini anak akan belajar berhitung, membaca, menulis, belajar ilmu bumi, ilmu alam, ilmu sosial, pun juga teknologi. Apa yang telah dipelajari anak dalam proses ini kemudian dikaitkan dengan indikator-indikator yang telah disusun sebelumnya yang diharapkan dapat dicapai oleh anak di semester dua. Proses ini membutuhkan diskusi terus menerus antara fasilitator, anak, dan orangtua untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pertanyaan-pertanyaan kreatif sangat diperlukan untuk pengembangan pengolahan data dan pencapaian indikator yang telah ditentukan sebelumnya.
Puncak dari proses ini adalah presentasi hasil riset secara keseluruhan di kelas masing-masing, di hadapan teman-teman dan fasilitatornya pada bulan ke empat, bulan April. Presentasi “besar” ini tentu saja diawali dengan belajar presentasi kecil di setiap bulannya, yaitu mempresentasikan setiap fase di mana anak anak akan menceritakan proses yang telah dilakukan.
Bagaimana SALAM memastikan proses ini berjalan?
Komite sekolah tentu saja bertanggungjawab untuk memastikan proses riset ini berjalan sesuai alur dan dapat mencapai tujuan yang diingikan yaitu terbangunnya pengetahuan dari pembelajar-pembelajar mandiri. Karenanya Komite Sekolah mengajak fasilitator untuk membuat perencanaan dari setiap fase. Perencanaan ini juga dibuat mendetail per hari dan per anak (karena riset di kelas kami – kelas 4 – bersifat individual) dengan tujuan memudahkan kerjasama dengan anak dan orangtua dalam menjalani proses bersama. Melalui cara ini Komite Sekolah berharap dapat lebih mengkontrol kualitas proses belajar bersama.
Kuncinya adalah bertanya
Sejatinya sejak lahir anak adalah pembelajar sejati. Perhatikan saja anak yang baru saja bisa berbicara, pasti orang dewasa tidak asing dengan pertanyaan “ Ini apa? Kalau ini apa? Kok bisa begitu?” Pertanyaan itu adalah awal keingintahuan yang membuatnya gigih belajar membangun pengetahuan. SALAM ingin memelihara sifat pembelajar sejati ini dengan membangun atmosfer belajar yang merdeka dan selalu memelihara rasa ingin tahunya.
Pertanyaan-pertanyaan adalah modal utama eksplorasi anak. Begitupun kegelisahan, rasa penasaran, dan keingintahuannya. Fasilitator dan orangtua sebagai pendamping riset memiliki tugas untuk memantik rasa ingin tahu anak, keinginan bertanya anak, hingga keinginan untuk menemukan jawaban atau memecahkan persoalan tersebut. Kalaupun ada fase “mandeg bertanya”, maka tugas kitalah mengolah pertanyaan-pertanyaan kreatif yang dapat kembali menumbuhkan rasa ingin tahunya lebih lagi. Melatih anak untuk bertanya tentu menjadi tantangan tersendiri bagi fasilitator dan orangtua. Apalagi kita orang dewasa ini hampir semua adalah produk sistem pembelajaran konvensional, di mana murid-murid hanya diam, duduk pasif dan mengulang apa yang diajarkan gurunya. Maka, penting bagi saya yang semester ini terlibat menjadi fasilitator untuk terlebih dahulu menghidupi “sikap merdeka belajar”, sehingga saya menyediakan ruang yang seluas-luasnya bagi anak untuk bertanya dan untuk bersama-sama menemukan jawabannya, bukan langsung memberikannya begitu saja.
Mendokumentasikan proses riset
“Menulis adalah bekerja untuk keabadian”, begitu kata Pramoedya Ananta Toer. Begitupun tentang menuliskan pengetahuan. Anak-anak di SALAM dirangsang untuk mampu mengungkapkan pengalaman atau pengetahuannya dalam bentuk tulisan. Karena dengan tulisan, mereka dilatih untuk memiliki kebiasaan merefleksi, menyusun kembali pengetahuan yang mereka pahami dan kemudian mengungkapkannya. Dokumentasi proses riset ini dilakukan setiap kali mereka berproses, baik sendiri, maupun ketika bersama fasilitator, orangtua, orang dewasa lainnya, atau teman-temannya.
Dengan alur proses belajar seperti yang diungkapkan di atas, SALAM menjadi sebuah tempat belajar bersama tidak hanya bagi anak, tetapi juga fasilitator dan orangtua. Semuanya berperan, berkontribusi, terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang menyenangkan melalui pengalaman. Dan proses-proses tambahan di dalamnya tentu saja terus menerus ditambahkan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di taman belajar yang kita cintai bersama, Sanggar Anak Alam Yogyakarta.
Foto-foto by. Clarissa Amadhea
Relawan SALAM Yogyakarta
Leave a Reply