Ayun memiliki bakat seni yang luar biasa, mampu mengubah benda-benda biasa menjadi karya seni yang indah. Di salah satu sudut kamarnya, Ayun menyimpan berbagai perca kain flanel dalam berbagai warna dan ukuran. Bagi sebagian orang, kain perca itu hanya sisa-sisa yang tak terpakai, namun Ayun mendapatkan ide brilian. Dia memandang sekumpulan kain perca di sudut ruangan. “Mengapa tidak membuat pernak-pernik hiasan kulkas dari kain perca ini?” pikirnya. Ayun segera mengambil gunting, jarum, benang, dan perca kain flanelnya. Ayun mulai menggunting kain perca dengan hati-hati, membentuk bunga-bunga kecil, hati, bintang, dan berbagai bentuk lainnya. Setiap potongan kain diperlakukan dengan penuh perhatian. Dia menjahitnya dengan teliti, menambahkan hiasan seperti kancing kecil dan manik-manik berkilauan. Dalam setiap jahitan. Selama beberapa jam, Ayun terus bekerja tanpa henti, dikelilingi oleh warna-warni kain yang semakin mempercantik karyanya. Ketika akhirnya dia selesai, dia melihat hasil karyanya berupa hiasan-hiasan kulkas setiap detailnya memancarkan keunikan.

Awalnya, Ayun merasa bingung dan ragu ketika mulai belajar membuat pola. Namun, dengan bimbingan dari Tante Sinta, ia mulai menguasai dasar-dasar pembuatan pola. Pola-pola yang Ayun buat pun berbentuk lucu-lucu dan imut. Ada karakter kelinci yang menggemaskan, stroberi yang cerah, hingga bentuk hati yang melambangkan cinta. Semua pola itu mencerminkan kepribadian Ayun.
Di samping mengajarkan pembuatan pola, Tante Sinta juga mengenalkan Ayun pada berbagai teknik menjahit. “Aku pakai dua teknik, jelujur dan feston,” ujar Ayun dengan penuh semangat saat presentasi di ruang Sumantri Sukrasana, tempat kelas III SD Sanggar Anak Alam (SALAM) bernaung, pada Kamis, 30 Mei 2024.
Di hadapan teman-temannya, Ayun menjelaskan dengan rinci setiap langkah yang ia pelajari dari Tante Sinta. Teknik jelujur, yang sederhana namun rapi, digunakan untuk menyatukan potongan-potongan kain. Sementara itu, teknik feston, yang lebih dekoratif, memberikan sentuhan akhir yang indah pada karyanya. Ayun menunjukkan beberapa contoh hasil karyanya, dan teman-temannya tampak kagum dengan kreativitas dan ketelitiannya.
Presentasi Ayun tidak hanya menginspirasi teman-temannya untuk berkarya, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya belajar dari orang-orang di sekitar kita. Berkat bimbingan Tante Sinta, Ayun tidak hanya mengembangkan keterampilan menjahitnya tetapi juga memperdalam kecintaannya pada seni. Dengan dukungan dan ilmu dari Tante Sinta, Ayun terus menciptakan berbagai pernak-pernik cantik dari kain perca, menjadikannya sesuatu yang berharga.
Ayun memulai pembelajarannya dengan teknik tusuk jelujur. Tante Sinta menjelaskan bahwa teknik ini lazimnya dipakai untuk jahitan sementara. “Tusuk jelujur ini sederhana, Ayun. Kita mulai dengan menembuskan jarum dari bagian belakang kain ke luar, lalu memberi jarak yang sama sebelum menembus kembali,” kata Tante Sinta sambil memperagakan teknik tersebut dengan sabar. Ayun melihat dengan seksama, memperhatikan setiap gerakan jarum yang menembus kain dengan rapi.
Setelah Ayun merasa cukup menguasai teknik tusuk jelujur, Tante Sinta memperkenalkannya pada teknik tusuk feston. “Sekarang, kita belajar teknik tusuk feston, Ayun. Teknik ini biasanya dipakai untuk merapikan serat-serat kain agar terkunci dan tidak keluar dari tepi guntingan,” jelas Tante Sinta. Ayun mengangguk antusias, mengambil jarum dan benangnya.
“Tusuk feston ini dilakukan dari kiri ke kanan. Perhatikan caranya, Ayun,” lanjut Tante Sinta. Dia menunjukkan cara memasukkan jarum dari belakang kain dan menariknya keluar dari tepi guntingan, kemudian melilitkan benang di sekitar tepi kain sebelum memasukkan jarum kembali dari depan ke belakang. Ayun mencoba mengikuti langkah-langkah tersebut, merasakan bagaimana setiap tusukan jarum memperkuat tepi kain dan memberikan sentuhan akhir yang rapi.
Pada Kamis, 30 Mei 2024, Ayun berkesempatan untuk mempresentasikan hasil belajarnya di ruang Sumantri Sukrasana, tempat kelas III SD Sanggar Anak Alam (SALAM) bernaung. Dengan penuh percaya diri, Ayun menjelaskan kepada teman-temannya tentang kedua teknik tersebut. “Aku pakai dua teknik, jelujur dan feston,” ujar Ayun. Dia melanjutkan dengan penjelasan mendetail tentang setiap teknik, menunjukkan perbedaan dan kegunaannya.
“Tusuk jelujur biasanya untuk jahitan sementara. Jarumnya menembus dari bagian belakang ke luar kain, lalu diberi jarak yang sama,” jelas Ayun sambil menunjukkan contoh kain yang dijahit dengan teknik jelujur. “Sedangkan tusuk feston adalah teknik jahit dari kiri ke kanan, umumnya dipakai untuk merapikan serat-serat kain agar terkunci dan tidak keluar dari tepi guntingan,” lanjutnya sambil memperlihatkan hasil jahitan feston yang rapi.
Menggabungkan kedua teknik menjahit yang telah dia pelajari dari Tante Sinta, Ayun tampak leluasa dalam mengerjakan karyanya. Dia tidak menetapkan waktu khusus untuk menjahit; semuanya dilakukan dengan santai dan sesuai keinginannya.
Selama proses pengerjaan, Ayun mengalami beberapa tantangan kecil. Beberapa kali jarinya tertusuk jarum, namun hal itu tidak membuatnya menyerah. “Nggak sampai berdarah sih, ya sakit, tapi aku gak kapok kok,” ujarnya dengan senyum lebar. Kegigihan dan semangatnya terlihat jelas.
Setelah kain perca dipola dan dijahit, Ayun menempelkan potongan magnet di belakangnya agar karyanya bisa menempel di kulkas. Ini adalah bagian yang paling dia sukai. “Rasanya menyenangkan melihat hasil akhir yang bisa dipajang,” pikir Ayun.

Untuk menyempurnakan karyanya, Ayun juga menyiapkan berbagai alat seperti gunting, lem tembak, dakron, dan tali. Dia tidak lupa menambahkan pernak-pernik dan mata boneka sebagai pelengkap dan pemanis pada setiap hiasan kulkas. Setiap detail dipikirkan dengan cermat, menunjukkan dedikasi Ayun pada seni dan kreativitas.
Menurut Ayun, bagian yang paling rumit adalah memikirkan ide. “Bikinnya sih cepat, mikirin idenya yang lama,” katanya. Meski demikian, hasilnya tidak mengecewakan. Ayun berhasil menciptakan 16 hiasan kulkas yang berbeda. Awalnya, dia berencana untuk menjual hasil karyanya pada hari gelar karya anak SALAM, yang akan diadakan tak lama setelah bulan presentasi. Namun, semuanya keburu ludes dibeli oleh teman-temannya. Harganya bervariasi, dari Rp 2000 hingga Rp 3000 per potong. Ayun tidak punya cadangan lagi, sehingga dia harus berkarya lagi supaya bisa jualan lebih banyak.
“Semangat ya, Yun! Lanjutkan kerja kreatifnya!” kata teman-temannya dengan antusias. Ayun merasa senang dan termotivasi. Dukungan dari orang-orang terdekat membuatnya semakin bersemangat untuk terus berkarya dan mengembangkan keterampilannya. Dengan semangat yang tak pernah padam, Ayun siap untuk menciptakan lebih banyak karya indah dan berbagi kebahagiaannya dengan orang lain.[]
Oleh: Syam Terra (ORTU SALAM)

SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply