Pada 27 Mei 2024, saya berkesempatan menyimak presentasi Keitaro, yang memilih pohon pule sebagai objek risetnya pada semester 2 kelas 8. Pilihan tema ini didasari keinginan Keitaro untuk mengetahui lebih banyak tentang pohon pule, nama latinnya, jenis, harga dan bagaimana cara mencangkok pohon pule. Dibantu oleh Mbak Sari sebagai narasumber risetnya, berikut uraian singkat penyampaian hasil riset Keiaro dan pohon pulenya. Dengan nama latin Astonia Scholarsis, menurut Keitaro pohon pule mempunyai banyak sebutan, tergantung di daerah mana pohon ini pule ini tumbuh. Pohon pule adalah jenis tanaman keras dengan habitat di pulau Jawa, Sumatra dan Nusa Tenggara saja. Jika di Jawa disebut dengan kayu gabus, maka di Sumatra dinamai dengan sebutan Lame, Lamo dan Jelutong. Dengan karakteristiknya yang mudah melengkung di iklim lembab, pule tidak cocok digunakan sebagai kayu bangunan. Biasanya pule digunakan untuk membuat perkakas rumah tangga, ukiran atau patung. Fungsi lain dari pohon pule juga bisa menjadi pohon penghijauan karena daunnya yang banyak dan batangnya bisa dimanfaatkan untuk mengobati radang tenggorokan.
Beberapa jenis pohon pule yang disebutkan oleh Keitaro adalah pule putih dengan habitat tumbuh di pulau Jawa dan pule hitam yang tumbuh di Sumatra. Keduanya hanya dibedakan oleh warna saja, sesuai penamaannya. Ada juga pule air yang juga tumbuh di Sumatra dengan habitat rawa sebagai tempat bertumbuhnya dan pule kuning yang hanya tumbuh di daerah kering di Timur Indonesia, yakni NTB dan NTT. Warna kuning pada kulit kayu ini menandakan bahwa pule kuning ini mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk mengembangkan sifat fossilnya. Kemudian ada pule fossil, hasil transformasi dari pule kuning yang sepenuhnya menjadi fossil secara alami.
Dari sekian jenis pule yang disebutkan, Keitaro menuturkan kisaran harga pule putih yang tumbuh di Kediri. Di usia 3 bulan, pohon pule tersebut dihargai senilai 1,5 juta rupiah. Sementara pule berusia 3 tahun yang tumbuh di Gunungkidul dapat mencapai harga 6 juta rupiah. Ada pula pule yang dihargai 3 juta dengan usia 6 bulan berasal dari Kediri. Harga yang cukup beragam ini tentu saja ditilik dari kualitas kayunya.
Bagian pohon pule yang terdiri dari daun, batang, bunga dan buah dan biji tidak menjamin bahwa pule akan mudah dikembangkan dengan cara menanam bijinya. Karena cukup sulit bagi pohon pule untuk mencapai tahap berbunga dan berbuah. Bahkan, Keitaro menceritakan bahwa dia tidak menemukan penjual biji pule di marketplace. Ada cara lain untuk mengembangkan pohon pule, yakni dengan cara mencangkok batang. Keitaro memilih cara ini dalam percobaannya mengembangkan pohon pule, dengan panduan narasumber, Keitaro berhasil menumbuhkan akar dari proses pencangkokan pulenya. Kemudian memindahkannya ke dalam pot besar. Semoga pohon pulenya tumbuh dengan baik ya, Kei.[]
oleh Agustina Rahmawati (ORTU SALAM)
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply