Dalam era yang semakin modern dan terhubung global ini, peran hutan alam dalam menjaga kelangsungan kehidupan di bumi seringkali terabaikan. Sebuah pandangan lama dari seorang pemikir silvikultur dunia, Juergen, dengan pandangan ekologis yang kental, muncul sebagai inspirasi yang relevan dalam menghadapi tantangan kelestarian bumi saat ini. Hutan alam, atau “old growth forest,” adalah warisan alam yang telah ada selama ribuan tahun dan telah memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Namun, saat ini, perannya sering dipertanyakan demi mendukung tata kehidupan modern. Hutan alam, dengan keberagaman organisme dan ekosistemnya, memberikan manfaat besar bagi manusia, termasuk produksi air, pangan, kayu, dan berbagai sumber daya alam, serta pengaturan iklim regional dan global.
Seringkali kita lupa bahwa hutan alam adalah sistem pendukung kehidupan, yang berfungsi dengan baik ketika masih dalam keadaan utuh. Ketidakseimbangan ekosistem hutan alam dapat berdampak serius pada kehidupan manusia, misalnya dengan menyebabkan kekeringan atau banjir karena gangguan pada siklus hidrologi. Penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya hutan alam dalam menjaga keseimbangan hidrologi dan mengurangi risiko bencana alam.
Namun, pemahaman ini sering kali terlupakan dalam masyarakat dan bahkan dalam disiplin ilmu kehutanan modern. Dalam sejarah, revolusi industri mendorong pengejaran sumber daya kayu hutan alam, dan inilah yang membentuk dasar manajemen hutan dunia saat ini. Namun, ada juga pandangan yang lebih vokal tentang pelestarian lingkungan dalam pemikiran kehutanan. Pertemuan dua pandangan ini seringkali berakhir dengan kompromi yang lebih mementingkan aspek politik dan ekonomi.
Di Indonesia, dengan topografi yang didominasi oleh gunung-gunung dan curah hujan tinggi, kebijakan untuk menjaga dan memulihkan fungsi hutan alam sebagai pencegahan kerugian akibat bencana alam menjadi sangat relevan. Negara-negara dengan lanskap serupa, seperti Korea, Jepang, Swiss, dan Austria, telah menyadari kerugian besar yang mungkin terjadi jika ekosistem daratan mereka rusak. Ini adalah pandangan yang seharusnya diadopsi oleh Indonesia, dengan topografi dan iklim yang menempatkan negara ini pada risiko tinggi erosi, banjir, dan kekeringan.
Untuk mempromosikan hutan alam, kita perlu memahami peran pentingnya dalam mencegah kerusakan alam, terutama dalam bencana yang dipicu oleh kerusakan hutan. Hingga saat ini, banyak yang masih melihat hutan sebagai sumber ekonomi, baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Namun, fokus pada “loss avoidance” hutan alam dalam konteks kerusakan alam adalah pendekatan yang lebih strategis dan relevan.
Penting untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang hutan alam, bukan hanya dalam hal menanam pohon, tetapi juga dalam memahami dampak ekonomi dan ekologi yang lebih luas yang dapat dihasilkan oleh pelestariannya. Hutan alam memiliki potensi besar untuk memberikan sumber daya alam yang beragam, termasuk pangan dan berbagai hasil hutan. Penelitian seperti produksi gula dari kelapa dan berbagai inovasi ekonomi lainnya perlu didukung.
Melalui pemikiran seperti yang dinyatakan oleh Juergen, kita dapat mengubah paradigma kita tentang hutan alam. Prinsip utama adalah mengidentifikasi wilayah-wilayah yang harus dijaga sebagai hutan alam permanen. Hutan alam adalah aset berharga yang harus dilestarikan untuk keberlanjutan bumi dan masa depan generasi mendatang. Melalui pemahaman yang lebih dalam dan perubahan dalam pandangan masyarakat, kita dapat berperan dalam menjaga kelestarian hutan alam, yang pada gilirannya akan mendukung kelestarian bumi. []
Dosen Kehutanan UGM
Leave a Reply