Blog

Membangun Pembaruan Pendidikan: Perspektif Neil Postman

Melihat kenyataan banyaknya persoalan pendidikan yang sangat menyakitkan dan menyedihkan. Dan menurut Neil Postman, pembaruan pendidikan bisa dilakukan jika kita mengetahui bagaimana seharusnya menyekolahkan kaum muda. Dalam pandangan Postman proyek-proyek edukasi tidak identik dengan praktik-praktik pendidikan di sekolah. Pendidikan di sekolah bisa jadi sangat konservatif, terutama karena sekolah lebih berperan sebagai tembok pembatas dari pada ruang yang lapang untuk pergerakan pikiran. Proses pendidikan di sekolah bagi para siswa tampak sebagai sosok yang tidak mengenal belas kasihan.

Dalam era modern ini, persoalan pendidikan telah menjadi sorotan utama masyarakat. Sayangnya, banyak kendala dan permasalahan yang menghambat perkembangan pendidikan, bahkan merugikan para pelajar. Melihat situasi ini, Neil Postman mengajukan pandangannya tentang bagaimana pendidikan seharusnya diarahkan untuk menyekolahkan kaum muda dengan lebih baik. Pandangan Postman mengisyaratkan bahwa proyek-proyek edukasi yang sesungguhnya berbeda dengan praktik-praktik pendidikan yang sering kali konservatif dan kurang mendukung perkembangan mental para siswa. Pandangan Neil Postman tentang perlunya pembaruan pendidikan dan bagaimana sekolah sering kali menghadirkan kendala dalam proses belajar-mengajar.

Pembaruan Pendidikan Menurut Neil Postman

Neil Postman, seorang filsuf dan kritikus sosial, berpendapat bahwa untuk memperbaharui pendidikan, kita perlu memahami tujuan sebenarnya dari pendidikan itu sendiri. Postman percaya bahwa pendidikan seharusnya bertujuan untuk melatih dan membimbing generasi muda agar memiliki pemahaman yang mendalam tentang dunia mereka, mampu berpikir kritis, dan mengembangkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan. Dia menekankan bahwa proyek-proyek edukasi harus melampaui batasan-batasan konvensional dan menjauh dari pendekatan konservatif yang hanya mengejar penguasaan materi pelajaran semata.

Perbedaan antara Proyek Edukasi dan Praktik Pendidikan di Sekolah

Postman menyoroti perbedaan antara proyek-proyek edukasi yang inspiratif dengan praktik-praktik pendidikan di sekolah yang seringkali terjebak dalam rutinitas dan kurikulum yang kaku. Di sekolah, pendidikan dapat menjadi konservatif, membatasi kreativitas, dan bahkan mengurangi ruang bagi pergerakan pikiran para siswa. Pandangan ini menggambarkan sekolah sebagai “tembok pembatas” yang membatasi eksplorasi intelektual dan perkembangan pemikiran bebas.

Kurangnya Empati dalam Proses Pendidikan

Dalam pandangan Postman, proses pendidikan di sekolah terkadang kehilangan sifat empati dan kepedulian terhadap siswa. Penerapan kurikulum yang terlalu formal dan terfokus pada penilaian mengakibatkan pendidikan yang tampak tanpa belas kasihan. Siswa dihadapkan pada tekanan untuk mencapai hasil tertentu tanpa memperhatikan perkembangan holistik mereka. Ini menciptakan lingkungan yang kurang mendukung untuk pertumbuhan sosial dan emosional.

Dalam upaya membangun pembaruan pendidikan, pandangan Neil Postman memberikan pencerahan tentang bagaimana proyek-proyek edukasi seharusnya memandu pendidikan menuju arah yang lebih positif. Penting untuk menggeser fokus dari pendekatan konservatif yang terjebak dalam praktik sekolah yang kurang efektif. Perlunya memahami tujuan sejati pendidikan, mengedepankan kreativitas, pemikiran kritis, dan perkembangan sosial-emotional menjadi panduan dalam merancang sistem pendidikan yang lebih baik. Dengan begitu, kita dapat mengatasi permasalahan pendidikan yang menyakitkan dan menyedihkan, menciptakan lingkungan belajar yang lebih berdaya dan memberdayakan bagi generasi muda.

Apa bedanya sekolah dengan penjara, jika ruang-ruang kelas bagi siswa lebih mirip kerangkeng-kerangkeng. Neil Postman (“Matinya Pendidikan”)

Neil Postman adalah seorang kritikus sosial yang dikenal dengan pandangan kritisnya terhadap pendidikan dan media. Kutipan “Apa bedanya sekolah dengan penjara, jika ruang-ruang kelas bagi siswa lebih mirip kerangkeng-kerangkeng” berasal dari bukunya yang berjudul “The End of Education: Redefining the Value of School”. Kutipan ini merangkum pandangannya tentang bagaimana beberapa aspek sistem pendidikan modern dapat mencerminkan karakteristik yang mirip dengan penjara, terutama dalam konteks ruang kelas.

Postman berpendapat bahwa dalam beberapa kasus, ruang kelas dalam sistem pendidikan modern dapat terasa seperti “kerangkeng”, di mana siswa merasa terkekang oleh struktur yang kaku, kurikulum yang terlalu terfokus pada tes dan penilaian, serta kurangnya ruang bagi eksplorasi kreatif dan pemikiran bebas. Dia menggunakan perbandingan dengan penjara untuk menyoroti bagaimana lingkungan pembelajaran yang seharusnya menginspirasi dan memfasilitasi perkembangan intelektual malah dapat menjadi tempat yang membatasi pertumbuhan individu.

Dalam pandangan Postman, sekolah menjadi seperti penjara ketika:

Kekangan Struktural: Sistem pendidikan sering kali memiliki struktur yang kaku dan aturan yang mengikat. Kurikulum yang sangat terstruktur dan terfokus pada hasil ujian dapat membuat siswa merasa terkekang, tanpa memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan keinginan mereka sendiri.

Kurangnya Kreativitas: Siswa sering kali diharapkan untuk mengikuti pola tertentu dalam belajar, tanpa banyak kesempatan untuk berpikir kreatif atau mengeksplorasi ide-ide di luar batasan kurikulum.

Pentingnya Penilaian: Penilaian menjadi tujuan utama, yang dapat mengakibatkan siswa fokus pada pencapaian nilai daripada memahami materi secara mendalam. Hal ini dapat menghambat perkembangan pemahaman yang lebih luas.

Ketidakberpihakan terhadap Individu: Fokus pada ujian standar dan peringkat dapat mengesampingkan kebutuhan dan minat individu siswa, sehingga mengurangi pengalaman belajar yang bermakna.

Namun, penting untuk dicatat bahwa pandangan Postman tidak secara mutlak menganggap semua sekolah sebagai penjara. Dia berpendapat bahwa ini adalah tantangan yang perlu diatasi dalam upaya untuk merumuskan pendidikan yang lebih baik dan lebih menginspirasi. Pandangan Postman mengingatkan kita untuk merenungkan bagaimana pendidikan dapat menjadi lebih dinamis, relevan, dan berorientasi pada pengembangan penuh potensi individu, daripada hanya sekadar menciptakan siswa yang cemerlang dalam hasil tes dan ujian. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *