Hari ini, 20 Juni 2017, SALAM memasuki tahun ke Tujuh Belas (17) dalam perannya menyediakan pendidikan yang memerdekakan bagi anak-anak serta Komunitas. SALAM sebagai “Sekolah Biasa Saja” terus berupaya mewujudkan visi dan misinya bagi pendidikan untuk anak serta Komunitas. Maka dari tahun ke tahun SALAM terus berbenah, terus belajar, dan tidak lelah untuk mencoba memberikan yang terbaik bagi anak-anak.
SALAM, sampai dengan tujuh belas tahun perjalanannya sampai hari ini masih merupakan tempat belajar yang meyakini pemikiran dari Confusius, yaitu “Mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham dan menemukan sendiri saya kuasai. mendengar saya lupa, melihat saya ingat, melakukan saya paham dan menemukan sendiri saya kuasai.” Maka terang saja SALAM tidak memilih menggunakan cara belajar “konvensional” seperti yang saya dapatkan dulu. Di mana semua pengetahuan saya dapat hanya dari “kata guru” atau “kata buku”. Paling tidak selama minimal 12 tahunSALAM pantang menyuruh anak-anak untuk duduk manis, mendengarkan dan mencatat khotbah Guru di depan kelas.
Sampai dengan saat ini kita tidak menampik bahwa pemahaman tentang belajar bagi banyak orang masih sempit, dibatasi oleh pemahaman yang mengungkung bahwa belajar adalah identik dengan sekolah—bahkan kadang identik dengan meja, bangku, dan buku. Kenyataannya sesungguhnya belajar bisa di mana saja, setiap saat, dan sepanjang hayat. Karenanya SALAM meyakini bahwa semestinya yang dibutuhkan adalah suatu proses belajar yang dapat membantu seorang pembelajar untuk memproduksi dan menghasilkan pengetahuan dari situasi yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmu iku ketemune kanthi laku. Demikian salah satu ungkapan pendidikan yang hidup di antara kita. SALAM—di tengah-tengah arus dunia pendidikan yang tidak lagi mau belajar dari lingkungan yang ada, malahan belajar dari antah berantah, bukan dari yang senyata-nyatanya–berusaha melakoni ungkapan ini dalam sepanjang perjalanannya dengan menerapkannya pada semua proses belajar. SALAM merumuskan kerangka belajar baik untuk fasilitator, anak, maupun orangtua yang berangkat dari peristiwa nyata sehari-hari, yang ada di lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar untuk kemudian dijadikan bahan belajar. Riset atau penelitian demikian SALAM menamakan prosesnya.
Riset yang dilakukan di SALAM dapat berupa riset-riset kecil yang bisa secara tak sengaja ditemui dalam proses belajar sehari-hari, maupun riset besar yang dijadikan proyek bersama maupun individu selama satu semester. Yang jelas, alur dalam riset kecil maupun riset besar yang dalam pelaksanaannya kadang mengalami perubahan-perubahan ke arah perbaikan akan selalu berpedoman pada daur belajar yang menjadi pedoman dalam proses belajar.
Alur riset di semester depan telah dirancang untuk memberikan gambaran bersama bagaimana nanti prosesnya berjalan. Alurnya berawal dari pemilihan tema riset, kemudian melakukan perencanaan bersama orangtua dan fasilitator. Proses selanjutnya adalah pencarian data di mana anak-anak akan memulai praktek risetnya dan mengumpulkan data yang diperoleh dari apa yang dilakukannya tersebut. Proses-proses tersebut dituliskan kembali dalam sebuah tulisan kronologis yang lengkap dan runtut. Tahap berikutnya adalah olah data di mana semua data yang sudah terkumpul akan diolah menjadi bahan belajar dan pengembangan pengetahuan lainnya. Presentasi atau pemaparan riset menjadi tahapan akhir yang dilakukan. Dalam tahap ini, anak akan mempresentasikan risetnya di depan teman-teman, fasilitator, dan orangtua.
Lalu, kapan belajarnya? Setiap hari! Ya betul, karena seperti sudah dituliskan sebelumnya bahwa belajar bagi warga SALAM tidaklah identik dengan meja, bangku, dan buku. Dan satu lagi tambahannya, belajar tidaklah melulu tentang “ilmu”. Bagi SALAM, penting untuk terlebih dahulu membangun hal fundamental tentang cara berpikir atau cara bertindak. Cara belajar melalui riset ketika prosesnya dijalankan dengan baik akan melatih keterampilan berpikir dan bertindak, sebuah kemampuan utnuk bertahan hidup dan belajar hal-hal lainnya. Soal mampu membaca, menulis, dan berhitung SALAM percaya akan berjalan dengan sendirinya, ketika cara berpikir dan bertindak ini berkembang. Begitupun pengetahuan lain, akan mengikuti.
Saat memilih tema misalnya, warga belajar SALAM sebenarnya sedang mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindaknya. Mereka sebenarnya juga belajar mendengar, belajar berempati, belajar mengungkapkan pendapat, belajar berargumen dengan logis dan tepat, bahkan sesungguhnya tengah memahami sebab-akibat, hingga belajar menghargai pendapat. Saat proses perencanaan, warga SALAM juga banyak belajar, selain belajar bagaimana melakukan perencanaan yang baik berkaitan dengan apa yang harus disediakan dan kapan akan melakukan, mereka juga dapat belajar menulis jurnal harian sederhana atau belajar memperhitungkan berapa biaya yang dibutuhkannya. Yang begini ini namanya juga belajar bukan? Belajar menulis, juga berhitung dalam konteks nyata. Apalagi saat pencarian serta pengolahan data, semua yang tercatat yang berasal dari apa yang diamati, ditemukan, dikerjakan, dialami akan bisa diolah untuk menjadi bahan belajar yang tak terbatas.
Bisakah semua riset yang dikerjakan anak menjamin tercapainya tujuan belajar di setiap tingkat kelas? Apa tidak kurang? Tentu saja bisa, dan tidak kurang. Karena riset yang dilakukan anak dalam satu kelas tidak seragam, tetapi beragam. Kalaupun di kelas kecil menggunakan tema yang sama, pemilihan judulnya akan berbeda-beda. Maka yang beragam itulah yang akan menjamin bahwa bahan belajar yang kami punya sebenarnya sangat kaya. Kalaupun dalam riset satu anak misalnya, tidak bisa dipakai untuk bahan belajar peta geografis misalnya, pasti akan ada data dari hasil riset teman lain yang bisa digunakan sebagai bahan belajar bersama. Begitupun sebaliknya.
Ah, masa dari riset saja cukup? Bagaimana warga SALAM belajar mengembangkan kekuatan fisik, keterampilan sosial, dan emosionalnya? Baiklah. SALAM menyediakan banyak aktivitas berkaitan dengan olah rasa dan olah raga. Ada aktivitas renang, futsal, badminton, atau pencak silat untuk mengembangkan kemampuan fisik warga belajar SALAM dengan optimal. Meski terlihat banyak menggunakan kemampuan fisik, aktivitas ini nyatanya sangat bermanfaat untuk mengembangkan ketrampilan sosial dan emosi anak. Dinamika-dinamika yang terjadi saat berkegiatan dapat diolah menjadi bahan pengembangan area sosial emosional. Begitu pula dengan aktivitas lain seperti kepanduan, tari, musik, teater, dan menggambar, dilakukan bukan tanpa tujuan, namun semuanya terintegrasi mendukung tujuan yang hendak dicapai bersama-sama.
Dengan alur proses belajar seperti yang dirancang dan dilakukan di atas, SALAM tetap menjaga visinya dari tahun ke tahun untuk menjadi sebuah tempat belajar bersama tidak hanya bagi anak, tetapi juga fasilitator dan orangtua. Semuanya berperan, berkontribusi, terlibat secara aktif dalam proses belajar yang menyenangkan melalui pengalaman.
Relawan SALAM Yogyakarta
Leave a Reply