Sejak lama, kita mengenal konsep “Merdeka Belajar” dalam dunia pendidikan. Namun, apa yang selama ini terjadi dalam prakteknya adalah lebih seperti terperangkap dalam perubahan terbatas yang berkaitan dengan metodologi dan teknik pedagogik, seperti mengalihkan ruang kelas ke ruang dunia usaha atau sekadar mengganti mata kuliah dari jurusan atau kampus yang berbeda.
Merdeka belajar seharusnya menjadi solusi untuk menghadapi berbagai ketidakpastian, terutama dalam kondisi resesi ekonomi dan revolusi digital yang berpengaruh besar pada lapangan kerja. Namun, kendala-kendala dalam pendidikan terlihat dalam orientasi kurikulum kampus pada standar kompetensi yang mapan, yang sering kali diatur oleh dunia kerja. Bahkan, pelaku akreditasi pendidikan pun seringkali terkait dengan entitas bisnis.
Tantangan ini menciptakan paradoks antara tujuan besar mencerdaskan bangsa dengan kenyataan kurikulum yang lebih mengutamakan kompetensi spesifik yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Oleh karena itu, program merdeka belajar saat ini berusaha untuk memperbaiki metodologi pembelajaran agar lebih relevan dengan dinamika yang sedang dialami oleh dunia usaha. Premisnya adalah bahwa dunia usaha lebih kompeten dalam mencetak kompetensi yang dibutuhkannya daripada kampus, yang terkadang terlalu lambat dalam mengikuti dinamika dunia usaha.
Dalam masa depan, dinamika dunia usaha akan menjadi lebih cepat seiring dengan kemajuan teknologi mikrochip. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan bagaimana merdeka belajar dapat tetap relevan dalam menghadapi perkembangan teknologi yang terus berubah. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan teknik pengajaran, tetapi juga dengan pendekatan filosofis terhadap pendidikan.
Filsafat pendidikan harus mengembalikan tujuan utamanya, yaitu untuk mendidik individu agar mampu bertahan hidup dan berkontribusi pada masyarakat. Pendidikan harus membantu individu membentuk mentalitas kemandirian dan perspektif yang selalu melihat ke luar, yang merupakan hal penting dalam geopolitik saat ini. Pendidikan juga harus memperhatikan keberagaman masyarakat dan mengajarkan mahasiswa untuk saling belajar dari berbagai budaya dan latar belakang yang berbeda.
Dalam program merdeka belajar, rekruitmen mahasiswa harus memberikan kesempatan kepada berbagai komunitas di seluruh nusantara, dengan memperhatikan ragam habitat, ekosistem, sejarah, dan budaya yang unik. Hal ini akan membantu mahasiswa memahami peran mereka dalam lingkungan mereka dan bagaimana mereka dapat berkontribusi.
Program merdeka belajar juga harus mengembangkan ekosistem belajar yang kondusif yang memungkinkan mahasiswa mengembangkan potensi mereka sesuai dengan misi personal mereka. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan dunia usaha, tetapi juga dengan pengalaman dalam dunia publik yang dapat membentuk pemikiran mahasiswa tentang permasalahan makro, struktural, dan fundamental dalam masyarakat.
Selain itu, dunia kampus harus mereformasi dirinya sendiri. Kampus harus menjadi pusat keunggulan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang mewakili karakteristik nusantara dan bangsa kita. Birokrasi akademik juga harus direformasi untuk mempromosikan visi dan inovasi.
Dengan begitu, program merdeka belajar akan menjadi wahana untuk mengembangkan kompetensi unik dari setiap mahasiswa, yang didasarkan pada pengetahuan dan nilai-nilai kemanusiaan yang beragam. Program ini harus mencerminkan semangat awalnya, yaitu untuk memberikan pendidikan yang memihak mahasiswa sebagai individu yang unik dalam menghadapi tantangan masa depan. Dengan demikian, kita dapat menciptakan pendidikan yang relevan dan berdaya saing dalam dunia yang terus berubah.[]

Dosen Kehutanan UGM
Leave a Reply