Blog

Permainan Tradisional Membangun Kecerdasan Jamak

“Hompimpa alaium gambreng. Mpok Ipah pake baju rombeng…” Terdengar suara sepuluh anak berdiri melingkar di sebuah lapangan. Masing-masing anak menjulurkan tangan. Secara bersama-sama, mereka mengucapkan kata hom-pim-pa. Ketika mengucapkan suku kata terakhir (pa), masing-masing peserta memperlihatkan salah satu telapak tangan dengan bagian dalam telapak tangan menghadap ke bawah atau ke atas.

Setelah beberapa kali diulang, akhirnya lima anak telapak tangannya menghadap ke atas, telapak tangan lima anak lainnya menghadap ke bawah. Terbagi sudah menjadi dua kelompok. Demokratis, tanpa keributan. Semua senang, semua gembira.

20160608-permainan-anak-01

Setelah itu, beberapa anak membuat garis berbentuk persegi panjang di tanah, menggunakan ranting pohon yang telah patah, berukuran seluas lapangan badminton. Di dalam persegi panjang itu dibuat lagi garis lurus vertikal panjang di tengah, dan dua garis horisontal sejajar dengan lebar. Persegi panjang itu pun terbagi menjadi enam bagian.

Masing-masing kelompok mengutus perwakilannya untuk adu suit, menentukan kelompok mana yang menjaga garis, dan kelompok mana yang akan berusaha melewati hingga garis terakhir secara bolak-balik.

Kelompok penjaga menempatkan satu orang menjaga garis vertikal, dan tiga orang lainnya menjaga garis horisontal, menghadang kelompok lawan yang berusaha melewatinya. Sedangkan kelompok satunya mengatur strategi melewati garis demi garis hingga lewat garis terakhir dan kembali lagi melalui garis hingga lewat garis depan.

Pemenang ditentukan bila seluruh anggota kelompok yang melewati garis secara lengkap melakukan proses bolak-balik. Ya, permainan ini disebut Galah asin atau Galasin. Di Jawa terkenal dengan sebutan permainan Gobak sodor, atau beberapa daerah di Sumatera menyebutnya Galah panjang.

Kelompok penjaga dan pelintas beradu strategi dan kekompakan untuk memperdaya lawan dan bersaing mengumpulkan poin.  Ketika kedua kelompok bersepakat mengakhiri permainan, bisa ada yang kalah, ada yang menang, bisa juga imbang. Tak ada wasit, tak juga ada ketentuan batas waktu permainan.  Tapi, jelas di situ ada aturan main yang dipegang teguh bersama.

Kesiapan bermain dengan aturan (play with rules) adalah tahap main yang tidak tercapai begitu saja. Dalam terminologi tahap main yang dikemukakan peneliti Israel Sara Smilansky (1990), pencapaian itu berkaitan erat dengan aspek-aspek lain perkembangan anak, yang meliputi aspek fisik, kognitif dan sosialnya.

***

Permainan Tradisional sudah hampir terpinggirkan dan tergantikan dengan permainan modern. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar. Sebaiknya ada upaya dari orang-orang tua/dewasa yang pernah mengalami fase bermain permainan tradisional untuk memperkenalkan dan melestarikan kembali permainan tradisional. Sebab, permainan-permainan tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa, fisik, dan mental anak.

20160608-permainan-anak-02

Melalui permainan tradisional, anak menjadi lebih kreatif. Permainan tradisional biasanya dibuat langsung oleh para pemainnya. Mereka menggunakan barang-barang, benda-benda, atau tumbuhan yang ada di sekitar para pemain. Hal itu mendorong mereka untuk lebih kreatif menciptakan alat-alat permainan.

Selain itu, permainan tradisional tidak memiliki aturan secara tertulis. Biasanya, aturan yang berlaku, selain aturan yang sudah umum digunakan, ditambah dengan aturan yang disesuaikan dengan kesepakatan para pemain. Di sini juga terlihat bahwa para pemain dituntut untuk kreatif menciptakan aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan mereka.

Permainan tradisional bisa digunakan sebagai terapi terhadap anak. Saat bermain, anak-anak akan melepaskan emosinya. Mereka berteriak, tertawa, dan bergerak. Kegiatan semacam ini bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak yang memerlukannya.

Yang lebih penting lagi, permainan tradisional mampu mengembangkan kecerdasan jamak anak-anak. Berikut dijabarkan kecerdasan jamak seperti apa yang terbangun pada anak melalui berbagai macam permainan tradisional:

Mengembangkan kecerdasan intelektual.

Permainan tradisional seperti permainan Gagarudaan, Oray-Orayan, dan Pa Cici-Cici Putri, mampu membantu anak untuk mengembangkan kecerdasan intelektualnya. Sebab, permainan tersebut akan menggali wawasan anak terhadap beragam pengetahuan.

Mengembangkan kecerdasan emosi dan interpersonal 

Hampir semua permainan tradisional dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan: (1) mengasah emosinya sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain; (2) nyaman dan terbiasa dalam kelompok. Beberapa permainan tradisional yang dilakukan secara berkelompok di antaranya: Bebentengan, Adang-Adangan, Anjang-Anjangan, Kasti.

Mengembangkan kecerdasan logika.

Beberapa permainan tradisional melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya, misalnya: Engklek, Congkak/Congklak/Dakon, Macan/Dam Daman, Lompat tali/Spintrong, Encrak/Entrengan, Bola bekel, Tebak-Tebakan.

Mengembangkan kecerdasan kinestetik.

Pada umumnya, permainan tradisional mendorong para pemainnya untuk bergerak, seperti melompat, berlari, menari, berputar, dan gerakan-gerakan lainnya. Contoh permainannya adalah: Nakaluri, Adang-Adangan, Lompat tali, Baleba, Pulu-Pulu, Sorodot Gaplok, Tos Asya, Heulang jeung Hayam, Enggrang.

Mengembangkan kecerdasan natural.

Banyak alat-alat permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, atau pasir. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam. Contoh permainannya adalah:

Anjang-Anjangan/dadagangan dengan membuat minyak dari daun bunga sepatu, mie baso terbuat dari tumbuhan parasit berwarna kuning yang bisanya tumbuh di tumbuhan anak nakal.

Mobil-mobilan terbuat dari kulit jeruk bali.
Egrang terbuat dari bamboo
Encrak menggunakan batu.
Bola sodok menggunakan bamboo.
Parise terbuat dari bambu.
Calung terbuat dari bambu.
Agra/sepak takraw, bolanya terbuat dari rotan.

Mengembangkan kecerdasan spasial.

Bermain peran dapat ditemukan dalam permainan tradisional Anjang-Anjangan. Permainan itu mendorong anak untuk mengenal konsep ruang (spasial) dan berganti peran (teatrikal).

Mengembangkan kecerdasan musikal.

Nyanyian atau bunyi-bunyian sangat akrab pada permainan tradisional. Permainan-permainan yang dilakukan sambil bernyanyi seperti: Ambil-Ambilan, Angge, Enjot-Enjotan, Berbalas Pantun, Calung, Tari Tempurung, Ucang-Ucang, Wayang, Pur-Pur Sadapur, Oray-Orayan.

Mengembangkan kecerdasan spiritual.

Permainan tradisional mengenal konsep menang dan kalah. Namun, menang dan kalah ini tidak menjadikan para pemainnya bertengkar atau minder. Bahkan ada kecenderungan, anak yang sudah bisa melakukan permainan mengajarkan tidak secara langsung kepada teman-temannya yang belum bisa.

20160608-permainan-anak-03

Permainan tradisional dilakukan lintas usia, sehingga para pemain yang usianya masih belia ada yang menjaganya, yaitu para pemain yang lebih dewasa.

Para pemain yang belum bisa melakukan permainan dapat belajar secara tidak langsung kepada para pemain yang sudah bisa, walaupun usianya masih di bawahnya.

Permainan tradisional dapat dilakukan oleh para pemain dengan beragam jenjang usia dan tidak lekang oleh waktu.

Tidak ada yang paling unggul. Karena setiap orang memiliki kelebihan masing-masing untuk setiap permainan yang berbeda. Hal tersebut meminimalisir pemunculan ego di diri para pemain.

Nenek moyang kita, bangsa Indonesia, telah mewariskan permainan yang kaya manfaat dalam membangun kecerdasan jamak anak-anak. Beragam permainan yang telah dipaparkan dan banyak lagi permainan yang tersebar di seantero Nusantara, bisa diterapkan dalam pendidikan anak usia dini. Baik guru maupun anak akan menjadi kreatif. Variasi permainan memberikan bekal yang cukup bagi anak dalam tumbuh kembangnya menghadapi kehidupan di masa depan.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *