Blog

Riset Abe, Mengolah Kakao dari Pohon di Belakang Rumah

Perihal mendampingi anak dalam melakukan riset, kadang dapat membuat orang tua SALAM gelisah. Pasalnya, walau tema riset dibebaskan, tapi ada saja masa dimana  anak tak terlihat menunjukkan minat mendalam pada sesuatu. Tantangan tersebut biasanya bisa diatasi dengan menengok lagi, hal atau potensi apa sih yang ada di rumah, di halaman rumah, hingga di tetangga. Tantangan semacam inilah yang sempat terjadi pada Abe, kelas 2 SD Sanggar Anak Alam.

Pada awal semester kedua, Abe belum memutuskan tema risetnya. Peran aktif orang tua sangat dibutuhkan di saat-saat seperti ini. Maya dan Tandang, orang tua Abe, mengajak Abe berdiskusi untuk membantunya menemukan ide yang paling pas. Karena Abe menyukai cokelat, tercetuslah gagasan untuk membuat olahan cokelat. Apalagi, di kebun belakang rumah mereka, ada pohon kakao.

Walau belum pernah membuat cokelat dan di sekitar mereka tidak ada produsen cokelat, Abe memutuskan untuk meriset kakao dengan judul “Membuat Minuman Cokelat”. Untuk melakukan riset ini, Abe didampingi orang tuanya mencari sumber informasi lewat YouTube dan bertanya pada keluarga dan teman yang pernah mengolah kakao. Bagi orang tua Abe, perihal ini terasa kurang maksimal karena narasumber yang ada bukanlah seorang pakar atau orang yang berprofesi khusus di dunia cokelat.

Tapi bagi Abe, apa yang dilakukannya sudah memberi pengetahuan baru. Abe dalam presentasinya (Senin, 3 Juni 2024) bisa menceritakan dengan runtut cara mengolah biji kakao menjadi cokelat. Ia juga tak ragu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari audiens. Kepercayaan diri yang muncul ini, tentu karena Abe sudah mengunduh pengetahuan dengan melakukan risetnya sendiri secara bertahap.

Menurut Maya, Abe terkadang terlihat tidak sabar di beberapa proses. Misalnya, saat menumbuk biji kakao yang sudah disangrai. Tapi sebenarnya, Abe sudah sangat sabar dalam proses mengubah biji kakao menjadi bubuk cokelat. Bagaimana tidak, ternyata biji kakao butuh waktu yang cukup panjang untuk diolah menjadi bubuk cokelat. Membuat minuman cokelat dari kakao, ternyata tak semudah yang dibayangkan.

Dalam presentasinya, Abe menjelaskan tahapan membuat bubuk cokelat. Pertama, ia memilih buah kakao dari pohon di belakang rumah. Kemudian, buah itu dibelah, diambil bijinya, lalu biji itu dijemur selama seminggu. Setelah itu, biji cokelat yang sudah dijemur tadi masih perlu difermentasi selama seminggu. Cara fermentasinya dengan menyimpan biji itu dalam wadah lalu ditutup daun pisang. Sebenarnya tak ada alasan spesifik mengapa Abe memakai daun pisang. Ketika Pak Leo, ayah Gendis bertanya mengapa memakai daun pisang, ternyata alasannya karena daun itulah yang paling banyak dan mudah ditemukan di sekitar rumah Abe.

Setelah proses fermentasi berlangsung selama seminggu, barulah biji kakao bisa disangrai. Lama menyangrai cukup sepuluh menit saja. Sesudah itu, kulit biji kakao perlu dikupas, baru ditumbuk sampai halus. Proses menumbuk inilah yang menurut Abe paling menantang. Ia merasa susah-susah gampang dalam mengubah biji kakao ke bentuk bubuk. Pasalnya, jika terlalu lama dan keras ketika menumbuk, biji itu akan mengeluarkan minyak yang kemudian menyulitkan Abe untuk mendapat bubuk cokelat. Jadi, biji yang sudah disangrai harus ditumbuk dengan kekuatan sedang dan hati-hati agar tidak mengeluarkan minyak.

Setelah selesai menumbuk, bubuk cokelat yang masih kasar tadi disaring. Nah, untuk membuat minuman cokelat, Abe masih harus melakukan satu tahapan lagi. Ia perlu memblender bubuk yang sudah disaring tadi, bersama dengan air panas. Untuk menghasilkan minuman cokelat yang nikmat, Abe sudah mencoba beberapa resep yang ia dapat dari internet.

Ia melakukan tiga kali percobaan untuk membuat minuman cokelat. Dari praktik yang pertama, Abe tidak puas karena rasanya tidak enak. Baru di praktik kedua, hasilnya sudah cukup enak. Karena penasaran dengan resep yang lain, Abe mencoba sekali lagi. Ternyata pada percobaan ketiga, Abe mendapati hasilnya kembali kurang enak. Saat Abe presentasi, hasil praktik berupa minuman memang tidak dibawa. Tapi audiens diajak mencicipi rasa buah kakao.

Reaksi audiens beragam. Sebagian besar, termasuk penulis, belum pernah makan buah kakao secara langsung. Ternyata rasa buah kakao jauh berbeda dari rasa cokelat batangan. Teman-teman Abe meringis saat mencicipi buah kakao karena rasanya yang ada asem-asemnya itu. Presentasi Abe tentang kakao ini pun punya dampak bagi penontonnya. Salah satunya, yaitu bisa menginspirasi Pandu, seorang anak kelas Kelompok Bermain, untuk menanam biji cokelat yang dibawa Abe. Menurut Pandu, cokelat yang ditanam sendiri, lebih sehat daripada cokelat pabrikan.

Meski bisa dikatakan sudah berhasil menguasai teknik dasar dalam mengolah kakao, namun Abe belum tertarik untuk membuat cokelat dalam jumlah besar. Tapi tak mengapa, pengetahuan Abe sudah bertambah dalam mengenal cokelat, makanan kesukaannya itu. Selamat, ya, Abe, sudah berhasil menelusuri cara membuat cokelat yang pohonnya ada di kebun belakang rumah. Hmm… ternyata tidak mudah, ya, bikin cokelat nan lezat itu.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *