Blog

Tiga dan Cookies Coklat dengan Taburan Choco Chips

Ada yang berbeda di lapangan Salam pada Kamis, 12 November 2025. Di dekat panggung sisi barat, ada meja-meja yang ditata rapi. Meja-meja itu dipakai untuk gelar karya kelas 1 SD.  Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00, semua meja hampir terisi penuh. Hanya tersisa satu meja yang menunggu kedatangan Tiga. Karena hari semakin siang, teman-teman kelas 1, fasilitator, dan orang tua menyepakati untuk memulai duluan meski Tiga belum sampai. 

Satu demi satu anak kelas 1 mulai mendapat pertanyaan dari host pagi itu, Ibu Umi dan Ibu Indri. Tak hanya anak saja yang diajak ngobrol oleh host, sebagian orang tua pun turut diberi kesempatan untuk bercerita.  Tak berapa lama, Tiga datang bersama Ibu Yogka. Mereka membawa tas agak besar. Wah, itu pasti hasil karya Tiga yang pada semester ini membuat cookies coklat dengan taburan choco chips. 

Benar saja. Sesampai di meja untuk men-display hasil riset Tiga, ibunya segera mengeluarkan sebuah kotak berwarna ungu yang lumayan besar. Di dalamnya ada sejumlah cookies coklat dengan taburan choco chips. Harum butter dari kue buatan Tiga menguar ketika kotak ungu itu dibuka. 

Tiga terlihat gelisah melihat ada banyak orang di lapangan. Ia beberapa kali minum dan meremas sweater-nya. Namun Tiga tetap berada di bangkunya, hingga Ibu Umi dan Ibu Indri mendekat untuk ngobrol dengannya. 

Tiga mendapat giliran lebih dulu dari beberapa teman yang lain. Hal ini juga disepakati bersama oleh fasilitator, orangtua, dan anak-anak kelas 1. Sesama keluarga kelas 1 memahami bahwa selama di kelas 1, Tiga tidak selalu merasa nyaman berada di suatu tempat dengan banyak orang dalam durasi yang panjang. 

Ibu Umi menyapa Tiga dan lebih banyak bertanya, karena Ibu Umi fasilitator dan mentor dalam riset Tiga. Tentu Tiga akan lebih nyaman menjawab pertanyaan dari sosok yang sering berinteraksi dengannya. 

“Tiga membuat apa?” tanya Ibu Umi. 

“Ini cookies dan choco chip.” jawab Tiga, lirih. 

“Tiga membuatnya dengan siapa? Ibu, ya?” lanjut Ibu Umi. 

Tiga pun menganggukkan kepala. 

“Ini nanti apakah akan dijual atau dibagikan?” tanya Ibu Umi lagi. 

“Dibagikan.” sahut Tiga sambil memegangi ujung sweater-nya. 

“Waa, terima kasih, Tiga.” kata Ibu Umi lagi lalu melanjutkan ke meja lain. 

Tiga tersenyum lega. Ia bersegera minum cukup banyak dari botol minumnya. Meski Ibu Umi sudah berpindah meja, tapi Tiga masih tetap duduk di di kursinya. Ternyata kali ini Tiga betah berada lebih lama di antara kerumunan orang. 

Ibu Debby datang mendekat sambil membawa piring untuk memisahkan sejumlah cookies yang memang ingin Tiga bagikan untuk teman-teman sekelasnya. Kotak ungu itu akhirnya dibuka, beberapa orang mulai membuat barisan antrian untuk mencicipi cookies buatan Tiga. 

Tiga membagikan cookies satu per satu. Ketika tiba giliran Ibu Olen, ia bertanya, “Tiga, kalau cookies-nya enak, apakah aku boleh minta lagi?”

“Tidak.” jawabnya sambil menggeleng. 

Ibu Olen tertawa. Memang bau cookies buatan Tiga ini enak sekali, tentu rasanya juga tak kalah enak. Tiga berkali-kali senyam-senyum, ia terlihat senang bisa membagikan karyanya siang itu. Lambat laun, Tiga tak terlihat gelisah lagi. 

Ia bahkan mengajak saya dan Pandu yang duduk di sebelahnya bercanda. Padahal sebelumnya saya kesulitan bertanya pada Tiga, karena saya asing bagi Tiga. Ternyata tak butuh waktu lama, Tiga sudah biasa saja dengan saya. Tiga sempat pura-pura menjadi dinosaurus dan membuat suara-suara auman dinosaurus pada saya dan Pandu. Tentu Pandu tertawa-tawa menanggapi Tiga. 

Siang itu, Tiga juga terlihat mendukung presentasi Pandu. Setelah cookies-nya habis dibagikan, barulah Tiga berjalan-jalan berkeliling. Ibu Yogka sempat kebingungan karena tidak melihat Tiga pindah dari mejanya. 

Namun rupanya, saat giliran Pandu diajak ngobrol oleh Ibu Umi dan Ibu Indri, Tiga berdiri di sebelah Ibu Umi. Tiga menyaksikan bagaimana temannya presentasi dengan ditanyai oleh host seperti dirinya tadi. 

Saya bertanya pada Ibu Umi  bagaimana komunikasi Tiga selama mentoring riset. Ibu Umi berkata, selama kelas 1, Tiga ini tidak melakukan mentoring seperti kebanyakan anak kelas 1. Tiga bahkan tadinya tidak terlalu berminat melakukan riset. 

Hal ini pun diungkapkan oleh Ibu Yogka. Tiga butuh ruang untuk bersosialisasi. Maka ketika Tiga mau hadir di sekolah, itu sudah menjadi perjalanan dan pengalaman belajar untuk Tiga. 

Jadi ketika Tiga mengajak Ibu Yogka membuat cookies untuk gelar karya, tentu saja ini jadi kabar yang menggembirakan untuk Ibu Yogka juga Ibu Umi. 

Pilihan Tiga untuk berbagai cookies juga seperti keseharian Tiga selama kelas 1. Ia sering punya ide untuk berbagi makanan atau minuman ke teman-teman sekelasnya. Di rumah, Pandu sering bercerita kalau ia minta bekal kudapan Tiga dan selalu diberi juga oleh Tiga. 

Ibu Yogka pun merasa bersyukur melihat progress Tiga terkait bersosialisasi dengan teman sebaya, terlebih di hari gelar karya. 

Selamat ya, Tiga. Cookies-nya sungguh enak dan membuat siapa pun yang mencicip merasa gembira. 

Ditulis Oleh Butet RSM

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *