Pemberian nama pada anak-anak zaman sekarang, terutama pada generasi milenial, telah mengalami perubahan tren yang cukup signifikan. Jika dulu nama-nama seperti Budi, Joko, Adi, Sari, dan Mawar lebih umum, kini nama-nama seperti Rafathar, Azzalea, Shaquille, dan lain sebagainya menjadi lebih populer. Nama-nama ini terkadang dianggap lebih rumit dan terkesan “kebarat-baratan.”
Tren ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah keinginan orang tua untuk mengekspresikan kreativitas dan unik. Mereka cenderung memilih nama-nama yang tidak umum agar anak mereka memiliki identitas yang lebih menonjol. Pengaruh media dan selebriti juga turut berperan, karena nama-nama yang tidak biasa sering kali populer karena dipakai oleh tokoh-tokoh ternama.
Makna nama juga menjadi pertimbangan penting bagi orang tua, namun dari waktu ke waktu, tren pemberian nama semakin beragam. Penelitian menunjukkan bahwa sekarang banyak orang tua Jawa yang lebih suka menggunakan kosakata bahasa Inggris atau bahasa Arab ketimbang bahasa Jawa untuk memberi nama anak mereka.
Pilihan nama bahasa asing ini terutama didominasi oleh keluarga muda yang lahir pada periode tahun 1970 hingga 1990. Mereka memilih nama-nama yang lebih rumit dan jarang digunakan agar terlihat unik dan modern. Selain itu, tren ini juga dipengaruhi oleh adanya fenomena negosiasi identitas, di mana orang tua ingin menonjolkan identitas baru dan meningkatkan kelas sosial anak-anak mereka dengan memberikan nama yang bercorak global.
Perubahan tren ini juga terjadi di berbagai negara lain, seperti di Eropa, di mana orang tua terinspirasi oleh budaya populer atau selebriti ketika menamai anak-anak mereka.
Pemberian nama pada anak-anak merupakan preferensi pribadi dari masing-masing orang tua dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk keinginan untuk mengekspresikan kreativitas, nilai-nilai budaya, serta tujuan untuk meningkatkan identitas dan kelas sosial anak-anak mereka. Melalui nama yang mereka berikan, orang tua juga ikut mewariskan budaya kepada anak-anak mereka.
Pemberian nama modern, terutama yang bercorak ‘global,’ ternyata tidak hanya sekadar soal kreativitas atau preferensi pribadi orang tua, tapi juga terkait dengan aspek sosial dan identitas kelas sosial. Dosen Ilmu Linguistik dari Universitas Diponegoro, Nurhayati, mengemukakan adanya fenomena negosiasi identitas dalam tren pemberian nama masa kini.
Tujuan utama dari pemberian nama yang bercorak ‘global’ adalah untuk menyembunyikan identitas kedaerahan dan menonjolkan identitas baru. Dalam pandangan sebagian masyarakat, menggunakan nama yang lebih internasional akan menggambarkan bahwa mereka bukan lagi hanya sebatas bagian dari masyarakat lokal biasa. Hal ini menjadi sarana bagi mereka untuk meningkatkan status sosial.
Para orang tua menyadari bahwa anak-anak mereka akan tumbuh dan berinteraksi dalam masyarakat yang semakin terhubung secara global. Oleh karena itu, mereka ingin mempersiapkan anak-anak tersebut sejak dini dan meningkatkan status sosial mereka dengan memberikan nama yang bercorak global. Dengan menggunakan nama-nama yang diambil dari kosakata bahasa asing, harapannya anak-anak mereka akan memiliki identitas yang lebih melekat sebagai bagian dari kelas sosial yang lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan Nurhayati pada tahun 2013 menggambarkan bahwa nama menjadi salah satu alat yang efektif untuk menaikkan status sosial, selain pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan. Alasan-alasan ini banyak diyakini oleh masyarakat di era perubahan saat ini. Perkembangan masyarakat dari yang masih mengakui adanya strata sosial menuju masyarakat yang lebih egaliter berpengaruh pada perubahan cara pandang mereka.
Nurhayati juga menekankan bahwa individu yang berasal dari kalangan menengah ke bawah tidak lagi ingin terkungkung oleh identitas lokal yang mungkin dianggap kuno atau terbatas. Mereka berusaha keluar dari kelas sosial mereka dan mengharapkan pemberian nama yang lebih modern dan internasional dapat membantu menyamakan status sosial anak-anak mereka dengan kelompok sosial yang lebih tinggi.
Pemberian nama menjadi semacam penanda sosial dan juga alat untuk mengatur ekspektasi sosial terhadap individu. Nama modern yang bercorak global diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi anak-anak dalam bersosialisasi di dunia yang semakin terhubung secara global. Dalam upaya untuk mencapai kesetaraan sosial, orang tua percaya bahwa pilihan nama dapat menjadi langkah awal yang penting. Namun, perlu diingat bahwa pemberian nama adalah hak prerogatif orang tua, dan alasan di baliknya bisa sangat beragam dari satu keluarga ke keluarga lainnya. []

pembelajar, pejalan sunyi
Leave a Reply