Samo, siswa kelas 7 memilih riset bertema “Menanam Tanpa Pestisida.” Tujuannya adalah untuk mengembangkan kesabaran, semangat, dan pemahaman tentang cara menanam sayuran secara alami. Samo mempersiapkan lahan menggunakan metode kinchan, hugel kultur, dan pot biopori. Samo merawat tanamannya dengan menyiramnya, memasang penyangga, dan menyemprot cairan pengusir hama dari natto. Kendala yang dihadapinya ketika menyemai benih membuat Samo memutuskan untuk fokus pada bibit terong. Dari 360 bibit terong yang ditanam, hanya 58 yang berhasil berbuah. Samo menghadapi berbagai kendala, seperti serangan hama, musim hujan yang pendek, suhu panas, dan kurangnya sinar matahari. Walaupun hasil panen pertama cukup memuaskan mengingat ini adalah pengalaman pertamanya, namun secara finansial Samo mengalami kerugian, dengan modal awal Rp740.000, Samo hanya menghasilkan Rp195.000 dari penjualan terong. Riset ini membuat Samo menyadari pentingnya meningkatkan keterampilannya dalam menanam untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa depan.
Presentasi riset SMP pada 27 Mei 2024, dibuka oleh Wahyu Samodro Aji Taiyo Kobayashi, yang akrab dipanggil Samo, siswa kelas 7. Saya datang terlambat sehingga melewatkan beberapa informasi awal mengenai riset Samo. Beruntung saya mendapatkan file presentasi riset Samo dari fasi kelas 7 sehingga dapat mengejar ketertinggalan saya. Riset Samo semester ini adalah menanam tanpa pestisida. Alasan Samo memilih tema ini sederhana, yaitu ingin mencoba saja. Tujuan riset Samo dari segi sikap adalah mengembangkan rasa sabar dan semangat, dari segi pengetahuan ingin memahami proses menanam sayur diantaranya adalah tomat, cabe keriting, cabe rawit, kacang panjang, kangkung, terong, pare dan kenikir. Sedangkan dari segi keterampilan adalah bisa menanam dan merawat sayur dengan pertanian alami.
Samo menjelaskan bahwa tahap pertama dalam menanam sayur adalah mempersiapkan lahan. Samo menggunakan 3 metode antara lain, kinchan, hugel kultur dan pot biopori. Metode kinchan dan hugel kultur termasuk hal yang baru bagi saya, tetapi Samo dapat menjelaskan dengan baik dan detail setiap metode yang digunakan. Samo menjelaskan bahwa dengan menggunakan metode kinchan, tanaman tidak perlu lagi diberi pupuk karena ada bakteri yang akan terus menyuburkan sama halnya dengan metode hugel kultur yang menggunakan kayu, tanah dan kompos yang sudah difermentasi sehingga dapat memberi gizi kepada tanaman sehingga media ini dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Tahapan selanjutnya adalah membeli bibit. Samo membeli bibit di 2 tempat yaitu di toko pertanian yang berada di jalan Wates untuk bibit tomat, pare, kacang panjang dan kangkung. Sedangkan untuk bibit terong, Samo membelinya di dekat rumah. Samo membeli 1 nampan bibit terong sejumlah 360 bibit seharga Rp 70.000. Biaya itu, setelah dihitung dengan menggunakan kalkulator, Samo mendapatkan hasil bahwa 1 bibit terong harganya Rp 194.
Setelah mempersiapkan lahan dan membeli bibit, Samo kemudian mulai menyemai benih. Awalnya Samo berpikir bahwa menyemai benih adalah pekerjaan yang gampang. Setelah percobaan pertamanya gagal karena benihnya mati kekeringan dan dimakan hama, Samo berkesimpulan bahwa menyemai benih ternyata tidak semudah yang dia bayangkan. Percobaan kedua, Samo menyemai dengan menggunakan tisu supaya lebih lembab. Pada percobaan kedua ini benih berhasil berkecambah namun susah dipindahkan karena akar rawan rusak. Sayang, setelah dipindah benih tidak tumbuh.
Percobaan ketiga, Samo masih menggunakan tisu sebagai media semai. Tapi belajar dari pengalaman sebelumnya, kali ini Samo memotong tisu menjadi beberapa bagian agar benih lebih mudah jika dipindahkan. Pada percobaan ketiga ini, benih berhasil berkecambah dan dapat dipindah ke media tanah. Tapi setelah pindah ke tanah, benih tetap tidak tumbuh. Menurut Samo ada beberapa kemungkinan alasan kenapa percobaan ini gagal. Misalnya karena benih kepanasan dan kekurangan air. Setelah percobaan ketiga ini, Samo menyerah dan tidak melanjutkan menyemai benih.
Samo sempat mencari tahu tentang bibit di mesin pencari google. Dari situ Samo menemukan informasi bahwa ada bibit yang suka matahari dan ada yang tidak. Untuk bibit besar seperti tomat, cabai dan terong, bibit cenderung tidak suka matahari dan suka tempat yang gelap sedangkan bibit kecil seperti seledri dan kemangi adalah jenis bibit yang menyukai matahari.
Tahapan selanjutnya adalah merawat tanaman. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Samo dalam rangka merawat tanamannya antara lain; menyiram tanaman, memasang penyangga yang berfungsi sebagai tempat bersandar tanaman dan menyemprotkan cairan serba natto yang juga berfungsi sebagai pengusir hama. Samo menyampaikan bahwa Samo tidak menyirami tanamannya setiap hari karena dia tidak ingin tanamannya menjadi manja.
Samo menganalogikan tanaman seperti manusia. Manusia jika dimanja akan menjadi lemah, karena itu Samo tidak ingin tanamannya menjadi lemah. Pernyataannya ini disambut dengan tawa oleh beberapa teman, ortu dan fasi yang ikut menyaksikan presentasi Samo.
Ketika masa panen tiba, dari benih dan bibit yang Samo tanam, tidak semuanya hidup dan berhasil tumbuh serta dapat dipanen. Samo mengatakan bahwa dari 360 bibit terong yang dibelinya, hanya 58 pohon yang berbuah dan menghasilkan 80 buah terong. Kenikir ada 20 pohon. Pare dan cabe rawit menghasilkan satu buah dari satu pohon. Kangkung ada 3 pohon. Kacang panjang 1 pohon. Sedangkan bibit tomat dan cabe keriting, tidak ada yang berhasil tumbuh menjadi pohon.
Samo juga menceritakan ke teman-temannya bagaimana buah parenya meledak karena tidak dipanen. Samo berkata bahwa ketika meledak, pare itu mengeluarkan bibit-bibit baru untuk meneruskan kehidupannya.
Samo kemudian menyampaikan beberapa kendala yang dialaminya selama melakukan riset ini. Kendala tersebut antara lain: banyak hama yang datang, musim hujan yang yang pendek, suhu yang panas dan kurangnya sinar matahari di area tertentu. Samo menjelaskan musim hujan yang pendek ini disebabkan oleh El Nino. Samo mengetahui hal itu dari berita yang dia baca. Samo juga melampirkan tangkapan layar berita ini di presentasinya. Selain itu, banyaknya pohon di sekitar rumahnya juga menyebabkan kurangnya sinar matahari di beberapa tempat tertentu.
Dari riset ini, Samo berhasil mengidentifikasi hama-hama dan penyakit yang menyerang tanamannya. Hama dan penyakit tersebut seperti kepik daun terong, belalang hijau, kutu putih, virus mozaik, jamur embun tepung dan karat buncis. Sebagai penutup, Samo menyampaikan bahwa panen kali ini cukup memuaskan sebagai percobaan pertama kali menanam, walaupun dari segi finansial merugi.
Samo menyampaikan bahwa modal untuk menanam terong saja membutuhkan biaya Rp 740.000. Padahal, hasil penjualan terong hanya sejumlah Rp 195.000. Samo mengetahui dari youtube bahwa petani professional dapat memanen 500 hingga 700 buah terong per pohon sedangkan dia sendiri hanya bisa menghasilkan 2 hingga 3 buah per pohon. Samo merasa masih perlu memperdalam keterampilannya dalam menanam supaya bisa menutup modal awal.
Pada sesi tanya jawab, ada beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada Samo, antara lain adalah mengapa Samo memilih 8 jenis tanaman tersebut untuk dijadikan riset. Samo menyampaikan bahwa tanaman-tanaman tersebut mudah ditanam. Alasan lainnya karena di youtube banyak tutorial menanam tanaman-tanaman tersebut.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara Samo mengatasi hama. Samo berkata bahwa ia menggunakan natto. Samo kemudian bertanya apakah teman-teman mengetahui apa natto itu. Ada yang menjawab sudah tahu dari film doraemon.
Samo kemudian menjelaskan bahwa ia menggunakan natto yang dicampur susu kedelai yang kemudian disemprotkan ke tanaman. Samo menjelaskan bahwa cairan ini dapat merusak perut hama sehingga membuat hama mati. Samo mengatakan natto ini dibuat oleh Ibunya dan Samo mengetahui bahwa natto dapat digunakan sebagai pengusir hama dari video di youtube yang ditontonnya. Ketika ditanya seberapa puas Samo akan hasil risetnya, Samo menjawab 5 dari 10, karena masih percobaan pertama.
Dari yang saya amati, Samo menggunakan beberapa referensi dari Jepang, seperti metode persiapan lahan dan ramuan pengusir hama. Bahkan dalam slide presentasinya, ada satu slide gambar yang keterangannya ditulis dalam bahasa Jepang. Samo mampu menjelaskan dengan baik. Hal ini tidak mengherankan karena Ibu Samo adalah orang Jepang dan selama riset juga terlibat dalam membantu Samo. Dengan memadukan pengetahuan dari Jepang dan Indonesia, Samo dapat menyelesaikan risetnya dengan baik dan mendapat banyak pelajaran dalam perjalanannya mengerjakan riset.[]
oleh: Septiyah Widyastuti (ORTU SALAM)
SALAM (Sanggar Anak Alam), Laboratorium Pendidikan Dasar, berdiri pada tahun 1988 di Desa Lawen, Kecamatan Pandanarum, Banjarnegara.
Leave a Reply