Blog

Politisasi Pembelajaran Manusia

Kehidupan tidak pernah mempertanyakan bagaimana biaya pendidikan bisa murah; melainkan, kehidupan bertanya tentang bagaimana seseorang bisa belajar dengan mudah, efektif, dan cepat. Pertanyaan, “Bagaimana biaya pendidikan bisa murah?” adalah sebuah pertanyaan politik yang tidak pernah ditanyakan oleh kehidupan—alam. Di dunia saat ini, belajar menjadi sulit dan mahal karena masih banyak orang yang tidak memiliki kesediaan untuk mencerdaskan orang lain. Tanggung jawab mencerdaskan bangsa ini sering kali dilimpahkan kepada negara, yang sering kali ditandai dengan keluhan, “Di mana political will negara?” Pertanyaan ini menggambarkan ketergantungan pada intervensi pemerintah dalam mengatasi tantangan pendidikan.

Mari kita bayangkan sebuah eksperimen pemikiran: Apa yang akan terjadi seandainya setiap orang, terutama mereka yang telah menerima pendidikan tinggi dan dianggap berpengetahuan, berusaha mencerdaskan siapa pun yang mereka temui dalam hidup mereka, dengan harapan bahwa orang-orang tersebut nantinya dapat melampaui mereka dalam kecerdasan? Beranikah kita membuka jalan bagi orang lain agar mereka dapat menemukan jalur pembelajaran mereka sendiri, bukan jalur yang kita rancang dan programkan untuk mereka? Di mana kehendakmu? Atau, apakah kamu masih terjebak dalam permainan politik pengendalian kognisi ini? Kita masih memiliki tugas besar, seperti yang disoroti oleh Gregory Bateson: “Masalah utama di dunia adalah hasil dari perbedaan antara bagaimana alam bekerja dan cara manusia berpikir.” Realitas yang menyedihkan adalah bahwa “cara manusia berpikir” sering kali dimanipulasi oleh permainan politik pengendalian kognisi manusia, yang diperparah dengan ketersediaan alat teknologi modern.

Pendidikan vs. Pembelajaran: Sebuah Distingsi Kritis

Distingsi adalah kata yang berarti perbedaan atau pembedaan antara dua hal atau lebih. Dalam konteks akademik atau intelektual, distingsi sering digunakan untuk menunjukkan pembedaan yang jelas antara konsep, kategori, atau fenomena yang berbeda. Kata ini berasal dari bahasa Inggris “distinction,” yang juga memiliki makna yang sama—Sebagai contoh, distingsi antara pendidikan dan pembelajaran adalah pembedaan antara dua konsep yang sering kali dianggap sama, tetapi sebenarnya memiliki makna dan implikasi yang berbeda. Pendidikan merujuk pada sistem formal pengajaran dan instruksi, sedangkan pembelajaran adalah proses memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara lebih luas dan intrinsik. Distingsi membantu memperjelas pemahaman kita tentang konsep-konsep yang berbeda dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dalam berbagai konteks.

Pendidikan dan pembelajaran, meskipun saling terkait, adalah konsep yang berbeda secara fundamental. Pendidikan sering kali merujuk pada sistem formal pengajaran dan instruksi, biasanya terikat oleh institusi dan kurikulum. Pembelajaran, di sisi lain, adalah proses yang lebih luas dan intrinsik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai melalui studi, pengalaman, atau pengajaran.

Dimensi politik dari pendidikan sering kali membayangi esensi dari pembelajaran. Kebijakan dan perdebatan berfokus pada infrastruktur, anggaran, dan kontrol administratif, mengabaikan tujuan utama pendidikan: menciptakan lingkungan di mana pembelajaran dapat berkembang. Tujuan sejati seharusnya adalah membuat pembelajaran dapat diakses dan menarik, menghilangkan hambatan yang menghalangi proses alami ini.

Peran Kehendak dalam Pendidikan

Kehendak untuk mendidik, atau kekurangannya, memainkan peran penting dalam kondisi pembelajaran saat ini. Ketika individu melepaskan tanggung jawab mereka untuk berkontribusi pada pertumbuhan intelektual orang lain, masyarakat secara keseluruhan menderita. Pendidikan menjadi komoditas transaksi daripada upaya kolektif menuju pencerahan dan kemajuan.

Jika setiap orang yang terdidik mengambil tanggung jawab untuk berbagi pengetahuan mereka dan memfasilitasi pembelajaran di komunitas mereka, dampaknya bisa sangat besar. Pendekatan akar rumput terhadap pendidikan ini dapat mendemokratisasikan pengetahuan, membuatnya lebih mudah diakses dan dipersonalisasi. Ini juga akan menumbuhkan budaya pembelajaran berkelanjutan dan rasa ingin tahu intelektual, melepaskan diri dari batasan sistem pendidikan formal.

Kehendak Politik vs. Kehendak Individu

Ketergantungan pada kehendak politik untuk mendorong reformasi pendidikan sering kali menyebabkan stagnasi. Proses birokrasi, kepentingan yang bersaing, dan sumber daya yang terbatas menghambat perubahan yang cepat dan efektif. Sebaliknya, kehendak individu dapat menjadi katalis yang kuat untuk transformasi. Ketika orang mengambil tanggung jawab pribadi untuk berkontribusi pada perkembangan intelektual orang lain, mereka melewati hambatan institusional dan berdampak langsung pada komunitas mereka.

Mendorong pola pikir di mana individu melihat diri mereka sebagai pendidik, terlepas dari peran resmi mereka, dapat menjembatani kesenjangan antara niat politik dan hasil praktis. Pergeseran ini memerlukan perubahan budaya, di mana nilai berbagi pengetahuan diakui dan dirayakan.

Pengaruh Teknologi

Teknologi, meskipun menawarkan potensi luar biasa untuk meningkatkan pembelajaran, juga menimbulkan risiko memperkuat kontrol politik atas pendidikan. Meningkatnya platform digital dan sumber daya pembelajaran online dapat mendemokratisasikan akses ke informasi, tetapi juga dapat dimanipulasi untuk mengontrol narasi dan membatasi pemikiran kritis.

Untuk memanfaatkan manfaat teknologi bagi pendidikan, penting untuk mempromosikan literasi digital dan keterampilan berpikir kritis. Pembelajar harus dibekali untuk menavigasi beragam informasi yang tersedia, membedakan sumber yang kredibel, dan terlibat dalam pemikiran mandiri. Pemberdayaan ini dapat mengurangi risiko manipulasi politik dan mendorong populasi yang lebih terinformasi dan mandiri.

 

Politisasi Pendidikan: Mengalihkan Fokus dari Esensi Pembelajaran

Politisasi pendidikan sering kali mengalihkan perhatian dari esensi sejati pembelajaran. Ketika pendidikan menjadi subjek perdebatan politik, fokus bergeser dari bagaimana menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar menjadi bagaimana memenuhi agenda politik tertentu. Ini mengakibatkan perhatian yang berlebihan pada isu-isu seperti biaya pendidikan, kebijakan administratif, dan infrastruktur, sementara aspek penting dari pembelajaran seperti aksesibilitas, efektivitas, dan pengalaman belajar individu sering terabaikan.

Pendidikan sebagai Isu Politik

Pertanyaan tentang bagaimana biaya pendidikan bisa murah adalah pertanyaan politik yang sering kali menuntut solusi kebijakan dari pemerintah. Meskipun penting, pertanyaan ini hanya sebagian dari gambaran yang lebih besar. Fokus yang terlalu besar pada biaya dan kebijakan pendidikan dapat mengaburkan tujuan utama dari pendidikan itu sendiri, yaitu memfasilitasi pembelajaran yang bermakna dan mendalam bagi setiap individu. Ketika pendidikan dilihat semata-mata sebagai komoditas yang harus dikelola secara politis, esensi dari pembelajaran – proses yang intrinsik, personal, dan terus berlangsung – menjadi terabaikan.

Pembelajaran yang Dapat Diakses dan Efektif

Pembelajaran yang sejati berfokus pada bagaimana setiap individu dapat mengakses dan memanfaatkan pendidikan secara efektif. Ini mencakup berbagai aspek, seperti metode pengajaran yang inklusif, kurikulum yang relevan dan adaptif, serta dukungan yang memadai untuk setiap pelajar. Dengan mengalihkan perhatian dari isu politik tentang biaya ke kebutuhan fundamental untuk pembelajaran yang dapat diakses dan efektif, kita dapat lebih baik memenuhi kebutuhan intelektual anggota masyarakat. Misalnya, teknologi dapat digunakan untuk menjangkau pelajar di daerah terpencil, menyediakan sumber daya belajar yang dapat diakses kapan saja dan di mana saja, serta memungkinkan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu.

Tanggung Jawab Individu dan Kehendak Kolektif

Mengatasi politisasi pendidikan juga membutuhkan penekanan pada tanggung jawab individu dan kehendak kolektif untuk mendidik. Tanggung jawab individu dalam konteks ini berarti setiap orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan harus merasa terdorong untuk berbagi dan mendidik orang lain. Ini tidak hanya berlaku untuk guru dan pendidik formal, tetapi juga bagi setiap anggota masyarakat yang memiliki kemampuan untuk berkontribusi pada proses pembelajaran orang lain.

Kehendak kolektif, di sisi lain, mengacu pada kesadaran dan upaya bersama masyarakat untuk mendukung pendidikan. Ini bisa berarti partisipasi aktif dalam kegiatan komunitas yang mendukung pembelajaran, seperti program mentoring, kelompok belajar, dan inisiatif pendidikan berbasis komunitas. Dengan demikian, tanggung jawab tidak hanya berada pada institusi formal atau pemerintah, tetapi juga menjadi bagian integral dari budaya dan nilai-nilai masyarakat.

Menjembatani Kesenjangan dan Mendorong Perubahan

Dengan menekankan tanggung jawab individu dan kehendak kolektif, kita dapat menjembatani kesenjangan yang ditinggalkan oleh proses politik. Proses politik sering kali lambat dan terbatas oleh berbagai kendala, sementara kebutuhan pendidikan bersifat mendesak dan terus berkembang. Inisiatif individu dan komunitas dapat bergerak lebih cepat dan lebih fleksibel untuk memenuhi kebutuhan ini.

Lebih lanjut, perubahan dalam cara orang belajar dan berpikir dapat didorong melalui pendekatan yang lebih holistik dan manusiawi terhadap pendidikan. Ini mencakup pengakuan bahwa setiap individu memiliki potensi unik yang perlu dikembangkan dengan cara yang paling sesuai dengan mereka. Pendidikan yang berfokus pada pembelajaran sejati akan lebih responsif terhadap perubahan dan kebutuhan yang terus berkembang dalam masyarakat.

Pemikiran Alamiah dan Pengendalian Kognisi

Seperti yang dikatakan oleh Gregory Bateson, menyelaraskan pemikiran kita dengan cara kerja alam sangat penting untuk menyelesaikan masalah utama dunia. Alam bekerja dengan cara yang terintegrasi, saling berhubungan, dan adaptif. Demikian pula, sistem pendidikan yang ideal seharusnya mencerminkan prinsip-prinsip ini, dengan mengakui interkoneksi antara berbagai aspek pembelajaran dan pentingnya adaptasi terhadap kebutuhan individu.

Mengenali dan melawan kontrol politik atas kognisi adalah langkah penting dalam penyelarasan ini. Ketika pendidikan dan pembelajaran dikendalikan oleh agenda politik, potensi individu untuk berpikir kritis dan inovatif dapat terhambat. Pendidikan seharusnya membebaskan pikiran, bukan membatasi. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan ruang di mana pemikiran bebas dan eksplorasi intelektual didorong, tanpa campur tangan politik yang berlebihan. []

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *