Sejak semester sebelumnya, Aleta sudah menunjukkan ketertarikannya pada seni merias wajah. Semester lalu, Aleta memilih riset make-up. Pada presentasinya, ia mencoba kemampuan merias wajah yang ia pelajari selama riset berlangsung, dengan merias salah satu teman. Di semester ini, Aleta kembali memilih riset dengan tema yang sama. Hanya saja, fokusnya adalah mencari tahu seperti apa riasan khas Jogja. Itu sebabnya, di presentasinya kali ini Aleta tidak menunjukkan cara merias.
Aleta memutar rekaman dirinya yang sedang menjelaskan tentang riasan khas Jogja. Dalam rekaman itu, Aleta menceritakan tentang dua riasan utama yang kerap digunakan oleh para pengantin perempuan di Jogja, yaitu Paes Ageng dan Jogja Puteri. Salah satu yang membedakan dua riasan ini adalah, pada riasan jogja puteri, mempelai tidak menggunakan prodo (hiasan yang berwarna emas). Pada riasan paes ageng, mempelai menggunakan hiasan prodo. Paes ageng biasanya digunakan dengan satu dari 3 jenis busana, yaitu basahan, kanigaran dan jangan menir
Kedua riasan ini sama-sama memiliki beberapa aturan yang harus diikuti. Diantaranya jumlah atribut yang dipakai di kepala, ukuran dan model alis yang digunakan hingga warna lipstik yang harus sesuai. Meskipun, menurut Aleta, banyak pengantin perempuan yang tak mengindahkan pakem ini. Seperti misalnya, menggunakan lipstik berwarna pink, padahal seharusnya warna lipstik yang digunakan adalah yang berwarna merah merona.
Aleta merasa tujuan dalam risetnya kali ini, telah terpenuhi. Ia kini jadi tahu bahwa Jogja memiliki dua riasan yang berbeda. Ia juga jadi tahu makna dari setiap perhiasan dan riasan yang digunakan. Penunggul dan pengapit yang berbentuk lekukan berwarna hitam setengah bulat, misalnya. Penunggul dan pengapit yang berada di kanan dan kirinya adalah semacam doa agar keharmonisan rumah tangga kedua mempelai selalu terjaga.
Setelah rekamannya selesai diputar, Aleta menambahkan beberapa penjelasan sebelum membuka sesi tanya jawab. Beberapa teman dan orang tua yang hadir nampak antusias bertanya. Di sesi tanya jawab ini, Aleta menjelaskan bahwa salah satu hal yang membuatnya amat tertarik pada riasan pengantin adalah alis yang baginya mirip dengan cicak. Belakangan, setelah wawancaranya dengan narasumber, Aleta baru mengetahui bahwa alis itu disebut alis menjangan.
Aleta sempat menyebutkan bahwa ada make-up artist (MUA) yang melakukan beberapa ritual pada saat merias pengantin. Ritual tersebut seperti merokok dan menyemburkan asap rokoknya ke wajah pengantin.
Kata ‘ritual’ memancing rasa ingin tahu para orang tua. Banyak yang bertanya kepada Aleta, apa itu ritual, seperti apa saja bentuk ritual dan apa yang terjadi jika MUA tidak melakukan ritual tersebut. Aleta nampak sedikit bingung dan terdiam beberapa saat, sebelum kemudian mengatakan bahwa, ia belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena hal itu tidak ia tanyakan pada saat wawancara.
Menunjukkan bahwa kita mengetahui banyak hal terkadang menjadi kebanggan tersendiri, namun mengatakan bahwa kita belum tahu akan hal tersebut membutuhkan sebuah keberanian. Dan di presentasinya, Aleta menunjukkan keberanian sekaligus kerendah hatiannya.
Sekali lagi, selamat atas presentasinya, Aleta!
Orang Tua SALAM
Leave a Reply