Ael, kelas 4 SD Sanggar Anak Alam Yogyakarta memilih tanggal 20 Mei 2024 menjadi hari presentasinya. Ia tidak mau menggunakan layar besar dan format powerpoint untuk mempresentasikan risetnya selama semester dua ini. Hari itu ia datang ke sekolah seperti biasa dan membawa proyek risetnya, gim Ensiklopedia Lebah, yang ia beri nama “Bee”. Tak banyak teman dan orang tua yang bisa hadir. Namun, hal itu tak menyurutkan semangat Ael untuk menceritakan bagaimana perkembangan gimnya. Riset Ael merupakan perkembangan dari riset di semester sebelumnya tentang lebah. Di semester ini, Ael menggabungkan pengetahuan tentang lebah yang sudah ia dapatkan sebelumnya dengan kemampuan coding yang ia pelajari secara otodidak.
Pagi itu, kelas 4 memakai ruang SMA di dekat parkiran Salam. Dalam ruang yang tak terlalu luas itu, hadir Andre sebagai fasilitator sekaligus narasumber Ael, ibu Ael, dan beberapa orang tua yang ingin menyaksikan presentasi Ael. Dengan bantuan buku jurnal risetnya, Ael menceritakan tentang gimnya.
Konsep yang ia rancang tak ditulis detail dalam catatannya. Menurutnya, mengerjakan langsung di block prompt terasa lebih seru. Hal ini juga sesuai dengan kemampuan istimewa Ael dalam mempelajari struktur coding. Platform yang digunakan memang bukan platform coding konvensional. Ia menggunakan website dari MIT bernama Scratch dan block prompt di aplikasi gim Minecraft dalam ponselnya.
Ada yang menarik ketika beberapa ibu bertanya tentang bagaimana cara membuat gim pada Ael. Ia beberapa kali menolak menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Menurutnya, coding dan gim adalah hal yang terlalu rumit dipahami oleh orang awam. Butet mencoba membujuk Ael agar mau membuka layar pengkodean block. Andre pun menjelaskan bahwa Butet punya latar belakang pendidikan pemrograman yang kemudian membuat Ael kemudian setuju menunjukkan demonya.
Ael dengan piawai menjelaskan atribut yang ada dalam platform Minecraft. Ia mencontohkan bagaimana meletakkan sebuah kue di atas balok kayu dengan promt yang ia ketik secara manual. Ia menunjukkan bagaimana memahami titik koordinat yang berguna untuk meletakkan object dalam gimmya. Ael sungguh membuat kagum beberapa orang tua, meski beberapa temannya kurang tertarik untuk intens menyimak penjelasan Ael.
Andre mengusulkan untuk menunjukkan demo beberapa proyek yang Ael pernah buat di situs Scratch. Ael pun setuju. Kami perlu menunggu beberapa menit untuk mengambil laptop. Saat laptop tersedia, Ael dengan lincah menunjukkan bagaimana caranya membangun kode di situs itu. Ternyata, dalam membuat map untuk gimnya, Ael tak hanya mengetik kode saja.
Ael juga sudah mampu membuat jalan cerita dalam narasi-narasi yang terlihat ketika map-nya diakses. Ael pun melengkapi beberapa proyek gimnya dengan atribut berupa sederet instruksi yang perlu dibaca user sebelum menggunakan gimnya serta keterangan tentang gim tersebut.
Riset Ael menjadi hal yang menarik di tengah-tengah tema riset yang umumnya menghasilkan sesuatu yang bisa disentuh secara fisik. Ia pun berani berkata bahwa risetnya belum selesai. Ternyata Ael butuh lebih banyak waktu untuk membangun sebuah universe dalam gim.
Apalagi Ael berperan serba bisa dalam membangun gimnya, yaitu sebagai designer gim, designer visual, designer teks, programmer, hingga tester. Di dunia IT, riset yang dikerjakan Ael biasanya dikerjakan dalam sebuah tim berisi 3-5 orang. Talenta yang dimiliki Ael memang bukan talenta biasa, apalagi Ael tidak mengikuti kursus coding yang belakangan ini menjadi les bergengsi yang sedang hype.
Masih ada beberapa hal yang ingin ia tambahkan ke gimnya, seperti sound effect, karakter, dan pengembangan lain. Menurutnya, jika memungkinkan riset gim ini akan lanjut hingga kelas 5 nanti. Good job, Ael! Semoga kemampuan programmingmu bertambah pesat dan bertemu dengan narasumber yang dapat membantu perkembangan skillmu.[]

Orang Tua SALAM
Leave a Reply