Blog

SISWA MENYUSUN RAPOR SENDIRI

Ijinkan saya menutup semester ini dengan sebuah cerita. Semester ini saya belajar banyak sekali di Sanggar Anak Alam (SALAM). Salah satu yang ingin saya bagi adalah tentang penyusunan rapor bersama anak-anak kelas 10-11 SMA SALAM. Menyusun rapor bersama anak? Bukankah tugas menulis rapor adalah tugas fasilitator? Pertanyaan itu sempat terbersit dalam pikiran saya ketika Pak Gemak mengutarakan ide ‘workshop menulis rapor’ pada sebuah diskusi yang mengalir pada sebuah siang di dapur SALAM. Diskusi itu bermula dengan pertanyaan saya ke Pak Gemak yang bunyinya, “Pak, buat anak-anak yang jarang masuk gimana nulis rapornya?”

WORKSHOP MENYUSUN RAPORT BERSAMA

Rupanya Pak Gemak telah memiliki gambaran tentang workshop menulis rapor tersebut sebelum saya bertanya. Dengan model fasilitasi Pak Gemak, saya bisa dengan cepat membayangkan bagaimana workshop itu akan berjalan. Kesimpulannya, bagi yang tidak hadir maka tidak akan menerima rapor. Sesederhana itu. Tentu saja workshop ini akan kental dengan nuansa eksperimental. Tapi bukan SALAM namanya jika enggan coba-coba.

Maka tepat setelah rangkaian bulan presentasi usai, kami segera mengagendakan pertemuan yang dapat berjalan cukup intensif. Setelah berdiskusi dengan seluruh anggota belajar kelas 10-11, kami sepakat untuk memilih hari Minggu-Senin, 26-27 Mei 2019 untuk pelaksanaan workshop.

Sebelumnya saya berdiskusi singkat dengan Pak Gemak tentang pokok-pokok yang akan dijadikan materi refleksi dan membagi tugas. Saya bertugas memandu review seputar bulan presentasi, dilanjutkan Pak Gemak yang bertugas memandu review perjalanan riset selama 1 semester.

Minggu Pagi

Kegiatan kami mulai sekitar pukul 10.00 WIB. Saya memulai dengan memandu anak-anak untuk menjawab beberapa pertanyaan terkait bulan presentasi. Beberapa jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian diolah menjadi tabel atau uraian. Meskipun hanya terdiri dari 4 pertanyaan, namun rupanya perlu waktu cukup panjang untuk anak-anak mengurai jawabannya. Banyak informasi yang bisa fasilitator peroleh dari sesi ini terkait keaktifan anak dalam menghadiri presentasi dan kemampuan anak menyerap informasi.

Dalam diskusi singkat seusai sesi pertama, anak-anak menyimpulkan bahwa penugasan yang paling tepat untuk bulan presentasi berikutnya adalah untuk membuat tulisan, baik dalam bentuk notulen maupun artikel. Alasannya karena lewat menulis, masing-masing anak menjadi jeli menyerap informasi dari para presentator dan menjadi aktif bertanya untuk mengumpulkan informasi, baik lewat anak maupun fasilitator, untuk melengkapi tulisan.

Ketika diskusi berlangsung, Tata, salah satu anak kelas 10, bertanya, “Dari semua presentasi, presentasi siapa yang menjadi favorit kamu?” Beberapa anak menyukai presentasi Cadas, anak kelas 7, tentang daur ulang tas kresek. Selain presentasi yang dikemas dalam bentuk workshop tersebut berlangsung cukup interaktif, beberapa anak merasa terinspirasi. Seperti Vena (kelas 11) yang seusai mengikuti workshop Cadas, langsung mempraktekkannya lagi di rumah dan membuat beberapa anting-anting dari tas kresek.

Sementara Tata dan Foni (kelas 10) masing-masing menyukai presentasi Farid (kelas 8) dan Cita (kelas 5) karena cara pembawaan mereka yang tenang saat melakukan presentasi. “Cita itu masih kelas 5 tapi penyampaian presentasinya bisa detail dan nggak buru-buru lho, Bu. Bahasa tubuhnya juga mendukung, jadi semua yang datang di presentasinya itu menyimak,” cerita Foni tentang presentasi Cita.

Sementara beberapa anak yang lain menyukai presentasi karena informasi dan karya yang ditampilkan menarik. Seperti Rachel (kelas 10) yang menyukai presentasi Lutfi tentang ikan cupang dengan alasan lewat presentasi itu ia jadi tahu bagaimana merawat ikan cupang yang benar. Sementara Chanda (kelas 10) menyukai presentasi Imung-Rachel (kelas 10)  karena gambar-gambar yang ditampilkan menarik.

Minggu Siang

Selepas jam makan siang, kami melanjutkan sesi kedua dengan dipandu Pak Gemak untuk review perjalanan riset selama semester kedua tahun ajaran 2018/2019. Pak Gemak menggunakan parameter kepuasan untuk mengukur proses belajar hingga relasi antar anak/fasilitator. Pada sesi kedua ini anak-anak tampak sering merenung, meminta perpanjangan waktu untuk menjawab, dan sesekali bercanda untuk melepas ketegangan.

Pak Gemak mengurai tahap evaluasi ini dalam 5 pertanyaan bertingkat. 4 diantaranya dijawab oleh anak-anak dalam bentuk uraian. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di sesi kedua ini yang akan menjadi modal untuk proses kodifikasi keesokan harinya. Dari sekian pertanyaan, salah satu pertanyaan yang cukup menarik disajikan di penghujung sesi. Pertanyaan yang bunyinya, “ Apa pendapatmu tentang sikap positif teman-temanmu, dan apa saran untuk pengembangan sikap teman-temanmu?” ini adalah modal bagi fasilitator untuk mengisi aspek sikap yang selalu ada di halaman terakhir rapor SALAM.

Awalnya tiap anak kesulitan untuk menyajikan jawaban tertulis meskipun pak Gemak telah memandu dengan contoh tabel. Metode kemudian kami rubah dengan meminta setiap anak secara bergiliran mengungkapkan pendapatnya secara lisan tentang satu teman, dan teman yang diberi pendapat bertugas mencatat sendiri jawaban dari teman-temannya.

Pertanyaan terakhir inilah yang memakan waktu paling lama dari keseluruhan pertanyaan di kedua sesi. Dengan wajah yang kadang tersipu-sipu, kadang merah padam, tiap anak harus mencatat pendapat teman-temannya sembari menahan diri untuk tidak mengelak. Saya, Pak Gemak, Pak Aji dan Mbak April sebagai fasilitator yang sore itu menyaksikan keriuhan diskusi kerap dibuat tergelak dengan pendapat, komentar, dan canda tawa yang mengalir dari anak-anak.

Workshop hari pertama usai tepat pukul 5 sore. Beberapa anak memutuskan untuk menunggu saatnya berbuka sebelum akhirnya pulang.

Workshop Hari Kedua

Berbekal jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seputar aspek pengetahuan di sesi kedua kemarin, Pak Gemak kemudian memandu anak-anak untuk melakukan kodifikasi. Kodifikasi dilakukan berdasarkan beberapa mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Sejarah, Ekonomi/ Akuntansi, dan seterusnya. Karena dilakukan berdasar riset mandiri/ kolaborasi, maka kodifikasi tiap anak akan berbeda satu dengan yang lain.

Sementara terkait pengetahuan bersama, tiap anak akan saling mengingatkan tentang pengetahuan yang didapat, baik dari kelas literasi, kegiatan bersama komunitas, live-in, dan lain-lain. Workshop hari kedua ini berjalan cukup singkat dan selesai bersamaan dengan usainya jam sekolah di SALAM.

Tidak dapat dipungkiri, saya kerap mengalami bahwa apa yang tengah dilakukan SALAM di kelas SMA ini adalah andragogi untuk anak. Itu sebabnya hingga tahap penyusunan laporan belajar/ rapor, saya yakin bahwa anak-anak SMA SALAM dapat terlibat cukup aktif. Tentu saja fasilitator masih akan menambahkan catatan-catatan terkait proses pembelajaran mulai tahap perencanaan riset hingga aspek sikap. Namun yang menarik dari kegiatan menyusun rapor bersama ini, yaitu bahwa peran fasilitator sudah tidak lagi sepenuhnya sebagai ‘juru narasi nilai’. Anak-dan juga teman-temannya- memiliki kapasitas untuk memberi sudut pandang atas berhasil-tidaknya proses belajar mereka di SALAM.

Tentu saja hal ini akan membuat ‘membaca rapor’ menjadi kegiatan yang tidak lagi mengasyikkan bagi mereka. Tapi bukankah ‘menyusun rapor sendiri’ itu jauh lebih mendewasakan? []

#bulanpresentasi

#keragamanpengetahuan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *