Blog

Bermakna, Tak Bermakna, dan Akhirnya Dimaknai Kembali

Apa yang spesial dari gambar tengkorak yang terdisplay di Pameran CARAKA yang masih akan berlangsung hingga 15 Mei mendatang. Tak sekadar gambar tengkorak dengan bermacam-macam tulisan di sekelilingnya—sebab jika diamati dengan saksama tengkorak itu terdiri dari kepingan,potongan kecil-kecil uang belasan hingga ribuan rupiah.

About the Story. Begitu judul karya M. A Roziq yang memaknai kembali limbah uang kertas menjadi sebuah masterpiece.

Roziq, begitu biasa disapa, menjelaskan, karya baru ini merupakan sebuah kisah dari lembaran-lembaran uang. Dari yang awalnya bermakna, berharga, kemudian rusak, lecek, dan tak bermakna, hingga akhirnya dia maknai kembali dalam bentuk karya seni.

”Kalau uang itu bisa berbicara, dia tentu punya pengalaman perjalanan yang dahsyat. Dari uang yang dibelanjakan untuk kesenangan, uang yang dikeluarkan karena kebencian, sempat lama di dompet, hanya sekadar lewat, positif, dan negative,” ujarnya ditemui di lokasi Pameran Caraka di Warung Kopi DST.

Roziq mengungkapkan, dia membutuhkan waktu kurang lebih dua hingga tiga bulan untuk membuat karya ini. Dia mendapatkan potongan-potongan remah-remahan uang dari BI. Uang yang tak lagi bermakna. Yang sudah dihancurkan menjadi potongan kurang lebih 1,5 sentimeter. Kemudian dia pilah, disusun di atas scanner, di-scan dan dicetak. ”Saya beri tulisan dengan bordir manual,” jelas pria yang memiliki basic ilmu Fotografi ini.

Baginya, uang sangat menarik daya imajinasinya. Uang yang dikeluarkan oleh negara tak memiliki nomor seri yang sama, itu membuat uang sangat special. Hingga menjadi benda yang berharga bagi sebagian orang. ”Kemudian karena kondisinya yang tak layak akhirnya menjadi benda yang tak lagi berharga, dihancurkan,” tandas pria yang bereksperimen menandai beberapa uang dan dibelanjakan untuk melihat apakah uang itu akan kembali ke tangannya.

Terlepas dari karya yang diikutsertakan di Pameran Caraka, Roziq mengaku sangat antusias ketika diajak terlibat dalam perhelatan seni Forsalam dan SALAM ini. Sebab baginya, seni sangat memengaruhi seseorang, termasuk kaitannya dengan pendidikan. Baginya seni mampu membuat anak mengolah rasa.

”Seni itu sangat memengaruhi seseorang, dari anak-anak pun bisa mengenal seni. Olah rasa, peka, mengedepankan pemikiran masing-masing. Saat diajak dalam pameran ini saya langsung bilang oke deal, saya berpikir seni kita dekatkan lagi dengan masyarakat umum. Saya paham dengan Salam. Anak saya dulu pernah belajar di Salam. Saya tahu bagaimana Salam memang dekat dengan seni,” ungkap pria asal Lampung ini.

Menurutnya, memperjuangkan pendidikan lewat seni sangat memungkinkan. Memfasilitasi dan menghargai anak-anak dalam prosesnya masing-masing karena tiap individu yang pasti berbeda, itu yang kadang tidak diungkapkan dan hanya membuat orang menjadi robot. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *