Dalam suatu komunitas, selalu ada pecahan-pecahan berupa klik, kelompok kecil. Demikian juga di SALAM, saya melihat ada beberapa kelompok manusia yang bersekutu membentuk “gengnya”. Karena SALAM adalah komunitas yang teramat guyub, maka jangan dibayangkan kelompok-kelompok ini seperti kaum separatis yang hendak memberontak. Mereka adalah sel-sel kecil dari SALAM yang jika berdiri satu per satu tidak terlihat menonjol peran sertanya dalam komunitas, namun ibarat soko guru yang menyangga bangunan, mereka adalah bagian dari SALAM yang turut menyangga segala kegiatan di SALAM sesuai dengan kemampuan dan komitmennya. Tentu sudah cukup sering mendengar bahwa di SALAM, para orangtua ikut bersekolah. Nah, mereka ini adalah para siswa yang tak terdaftar secara administratif. Mereka adalah para orangtua SALAM.

Kelompok yang paling mudah dikenali adalah kelompok ibu-ibu muda yang berkerumun dengan anak-anak balitanya. Gendong dan gandeng menjadi olahraga wajib untuk mereka. Biasanya mereka terlihat hadir namun sibuk menemani anaknya, menyuapi, atau yang sudah punya anak lebih dari satu terkadang sambil menyusui bayi dalam gendongannya atau sekadar meninabobokkan sembari bercengkrama dengan para ibu lain. Ada sebutan manis yang menyemat untuk para ibu dari kelas Kelompok Bermain ( KB ) SALAM, yaitu Nona.
Jika memperhatikan sekilas, para Nona ini terlihat suka sibuk sendiri. Dengan wajah yang cukup segar dan polesan rias tipis pada kesempatan tertentu membuat seolah para Nona ini seperti gadis muda yang hanya tau soal bersenang-senang. Padahal, dalam usaha para Nona untuk tampil segar pada kesempatan istimewa di SALAM, seperti saat Pasar Ekspresi atau acara Buka Bersama dan Pelepasan Siswa beberapa waktu lalu, mereka juga berperan menjaga stabilitas mood anak-anak dan diri mereka sendiri.
Sama seperti kelompok perempuan mana pun, seorang yang baru bergabung tentu akan mengalami masa yang canggung untuk berpartisipasi aktif dalam kelompok. Saya bertanya pada beberapa Nona, mereka menyebutkan memang ada masa canggung namun hanya sebentar. Bahkan dalam soal berteman, kemerdekaan untuk menjadi diri sendiri pun diterapkan di SALAM. Seperti sudah mengalir dalam diri setiap bagian dari SALAM. Penerimaan terhadap penampilan, kesepakatan untuk mengambil bagian dalam setiap kegiatan, kesepakatan untuk saling menjaga anak-anak KB meski kadang yang perlu dijaga justru bukan anaknya sendiri membuat kelompok para Nona ini makin solid.
Belum pernah ada sejarahnya sampai bermusuhan karena anak berantem di sekolah. Yang ada justru saling belajar bersikap dan menempatkan diri. Kebanyakan para Nona adalah ibu muda yang tentunya belum lama menjadi orangtua, tidak seperti ibu dari kelas SMA misalnya. Kebanyakan masih belajar, bagaimana bersikap antar sesama orangtua, bagaimana bersikap pada anak lain, bagaimana bersikap pada fasilitator. Ya, diam-diam para Nona ini sedang mengambil kursus skill bersosialisasi secara gratis di SALAM.
Tidak hanya soal bersosialisasi yang dipelajari sambil dipraktikkan, para orangtua siswa KB SALAM juga mendapatkan tambahan pengetahuan khususnya dalam hal kepengasuhan anak. Terkadang nara sumber dihadirkan dari luar SALAM, disesuaikan dengan materi yang disepakati untuk dipelajari bersama. Dalam semester yang lalu, ada dua pemateri dari orangtua siswa KB yang pernah membagikan pengetahuannya untuk tema pendidikan seks usia dini dan tema kesehatan anak, yaitu Nona Ivy Sudjana dan Nona Dayu ( Dr. dr. Ida Ayu Putu Diana Janaki Sari). Tidak hanya topik tentang anak yang pernah dipelajari, belajar tata rias minimalis pun pernah, saat itu dibantu oleh beauty advisor dari salah satu produk kosmetik lokal.
Penyesuaian demi penyesuaian dilakukan, akhirnya terbentuklah para ibu muda yang tidak seragam namun memiliki visi yang cukup seragam soal bagaimana menjadi orangtua. Kursus menjadi orangtua di kelas KB SALAM, tak lepas dari bantuan dan teladan para fasilitator. Bagi saya, dengan dua anak yang tergabung di KB SALAM, ketiga fasilitator bagaikan sosok dewi yang sempurna. Tak pernah marah tapi anak-anak bisa bekerja sama dengan mereka. Tak perlu berteriak, namun anak-anak bisa memahami arti kata “sepakat”.

Sesekali para fasilitator memberikan suntikan semangat bagi Nona yang terlihat nglokro (tidak bersemangat), misalnya karena anaknya masih teramat pemalu dan belum bisa bergabung aktif dengan teman-temannya. Suntikan semangat yang tulus, disertai contoh nyata bagaimana mengajak anak untuk bermain tanpa membuat anak merasa disuruh-suruh. Seperti melihat video tutorial dengan layar yang teramat lebar. Tentu bagi para Nona, fasilitator berjasa besar dalam perkembangan anak-anak dan juga ibunya. Maka menghormati para fasilitator seperti ibu sendiri seperti sudah terpatri dalam hati.
Rindu memuncak jika lama tak bersua, grup dalam WhatsApp pun menjadi media bersilaturahmi meski terbatas teks saja. Riuh, ramai di WhatsApp dan ramai di darat. Para Nona selalu memiliki tema yang tak kunjung habis untuk dibicarakan. Tentu bukan membicarakan ranumnya pohon mangga milik tetangga, bukan bersitegang soal lebih baik ASI atau SUFOR, atau soal merk tas ataupun busana, atau soal ibu bekerja vs ibu rumah tangga seperti yang terus berisik terjadi di media sosial. Para Nona selalu punya bahan sederhana untuk dibicarakan dengan seru dan akrab. Misalnya, siapa yang akan membawa bahan lotisan untuk acara homevisit, atau kehebohan mencari wadah makanan yang tertinggal, atau kehebohan giliran siapa yang mendapat rejeki berupa kehamilan. Sulit dibayangkan bahwa ada kelompok ibu-ibu yang bisa guyub tanpa iren kemiren soal penampilan, soal gaya hidup, tapi inilah kenyataan. Dalam komunitas Nona SALAM, hanya mengenal : nyaman dan sangat nyaman. []

Orang Tua SALAM
Leave a Reply