Di media sosial saat ini banyak orang tua mengeluh karena mendampingi anaknya yang sedang menghadapi UTS. Tugasnya banyak dan rumit. Anak-anak SD jaman sekarang kok pelajarannya sudah susah ya, begitu keluh seorang ibu. Banyak yang harus dihafalkan, soal hitungan juga sudah jlimet. Sekolahnya dari pagi sampai sore, kecuali kalau sedang UTS bisa pulang cepat. Pulang cepat tapi gak bisa santai karena harus belajar untuk hari berikutnya. Itu yang terjadi di sekolah pada umumnya. Di SALAM seperti apa ya UTS nya? Apakah setengang itu juga? Apakah para orang tua juga mengeluh? Kayaknya tidak ya. Tiap hari di SALAM selalu terdengar riuh, di mana-mana ada suara anak-anak berseda gurau, menyanyi, bermusik, tidak ada tanda-tanda ketegangan menghadapi ujian.
Anak-anak SALAM mempunyai cara belajar yang sangat beragam. Mereka memilih sendiri apa yang akan dipelajari, istilah kerennya mereka riset sesuai dengan pilihan masing-masing. Ada yang masak, membuat kerajinan, foto grafi, menulis, membuat potcas, membuat panel surya, memelihara ikan, budi daya magot dan masih banyak lagi. Terus bagaimana USTnya kalau pilihannya berbeda-beda dan menentukan sendiri? UTS pun mereka tentukan sendiri. Kok bisa? Ya bisa, karena prinsip kami tidak mempersulit anak belajar. Orang mau pinter kok dipersulit, aneh kan. Dengan cara memberi kemerdekaan kepada anak untuk memilih dan mengukur sendiri kemampuannya, kami menemukan banyak manfaatnya. Anak-anak mempunyai semangat belajar yang tinggi karena melakukan hal yang tidak terpaksa. Mereka merasa senang dan tidak stress. Mereka mampu mengukur kemampuannya sendiri.
Lalu bagaimana UTS nya?
UTS nya sangat beragam sesuai dengan pilihannya. Yang memilih memasak, mereka praktek masak di depan teman-temannya. Anak yang bersangkutan menjelaskan apa jenis masakannya, berasal dari mana, bagaimana menyiapkan bahannya, cara mengolahnya, siapa nara sumbernya atau dari mana sumber pengetahuannya, berapa biaya yang diperlukan dan lain sebagainya. Demikian juga yang membuat potcas, panel surya, memelihara ikan, mereka menunjukkan produknya atau mempresentasikan, membuat catatan atau jurnal apa yang sudah dilakukan, apa kesulitannya, apabila gagal apa yang menyebabkan kegagalannya. Sehingga UTS nya mereka sendiri yang menyiapkan dan mereka juga yang menilai.
Teman-teman atau orang tua yang hadir dalam presentasi boleh memberi masukan atau mengkritisi. Yang bersangkutan dapat memberi penjelasan atau sanggahan dan juga dapat menerima masukan untuk memperkaya risetnya. Para fasilitator mendampingi, memberi penguatan bila diperlukan, mengelaborasikan temuan anak-anak dengan berbagai pengetahuan. Fasilitator juga merangkum presentasi dari semua anak dan menjadikannya bahan untuk pengkayaan pembelajaran bersama.
Peran orang tua seperti apa? Tentu saja orang tua memberi support supaya anak-anak tetap semangat, konsekwen dengan pilihannya. Tidak perlu bingung, karena yang dipilih anak adalah kesukaannya. Bukan sesuatu yang dipaksakannya. Pemeran utamanya adalah anak itu sendiri. Orang tua cukup menjaga agar situasinya kondusif. Siap untuk mendukung jika diperlukan, teman berdialog untuk menjalankan risetnya. Mengingatkan untuk mencatat atau menuliskan, mendokumentasikan apa yang sudah dilakukan. Sehingga memudahkan ketika akan presentasi baik untuk UTS maupun untuk presentasi akhir semester.
Setiap anak berhak menentukan target untuk dirinya sendiri. Setiap anak sudah pasti berbeda beda, tidak ada nilai KKM(Kriteria Ketuntasan Minimal). Mereka semua juara atas dirinya sendiri. Tidak ada yang kawatir tidak lulus. Kalau gagal itu adalah bagian dari proses yang perlu dimaknai sebagai bagian dari cara mencapai keberhasilan. Gagal – mencoba lagi, gagal – mencoba lagi, fasilitator, orang tua memberi dukungan agar anak tidak mudah putus asa.
Minggu-minggu ini kegiatan di sekolah penuh dengan hingar bingar, anak-anak mulai praktek di sekolah, semacam UTS begitu. Aktifitasnya ada yang sampai sore hari. Ada yang masak untuk makan siang, ada yang membuat cemilan seperti pizza, bakwan jagung, ada yang membuat potcas dengan mewawancarai bintang tamu, ada yang mulai merangkai panel surya dan lain sebagainya. UTS yang penuh kegembiraan, tidak ada orang tua atau anak yang stress. Pulang sore itu menjadi harapan hampir semua anak. Mereka antusias menyelesaikan tugasnya. Makan, mandi di sekolah, pulang tinggal santai bersama keluarga.
Sayapun ikut menikmati kegembiraan mereka. Ada saja anak yang melibatkan saya dalam risetnya. Misal Sherel dengan risetnya menulis esai, selalu berkonsultasi atau berdialog tentang materi yang akan ditulisnya. Dia ingin meneguhkan mendapatnya dengan meminta masukan dari orang lain termasuk saya. Ada lagi Nara kelas 4 SD dengan riset membuat potcas, dengan santun dia datang, “Eyang boleh minta waktu sebentar?”. Tentu saja saya dengan senang hari menjawab: “Boleh”. “Eyang saya risetnya membuat potcas, Eyang saya jadikan bintang tamu, nanti saya mau wawancara dengan Eyang, kapan ada waktu?”, begitu tanyanya. Ok akhirnya kami menentukan waktu untuk bertemu.
Terus terang saya bangga dengan anak-anak ini, mereka sudah paham unggah-ungguh dan gigih mencari sumber-sumber belajar di sekitarnya. Anak-anak yang praktek memasak juga tertib apabila meminjam alat-alat masak selalu minta ijin dan mengembalikan dalam keadaan sudah bersih. Mereka bekerjasama, bila ada temannya yang praktek yang lain membantu, demikian seterusnya sampai semua anak selesai mengerjakan tugasnya. Tidak ada yang merasa tersaingi, mereka focus pada pilihan masing-masing. Dan tentu tidak ada yang mencontek karena setiap anak berbeda pilihan. Masing-masing anak percaya diri mengerjakan apa yang menjadi pilihannya. Kalau harus mengalami kegagalan itu bukan aib tapi bagian dari proses yang harus dimaknai.
Jadi kesimpulannya UTS maupun UAS di SALAM semuanya dilakukan dengan penuh sukacita, kejujuran dan kerjasama yang apik. Gak ada orang tua dan anak yang stress. Adanya kegembiraan memanen upaya-upaya yang dilakukan anak-anak. Selamat berproses.
pendiri Sanggar Anak Alam
Leave a Reply