Blog

MENGENANG MENJADI KELUARGA SALAM

Anak saya sejak playgroup hingga SMP belajar dan bermain di Sanggar Anak Alam (SALAM).  Awal mulanya sebenarnya tidak sengaja. Kala itu saya, istri dan anak muter muter sekitar Jogja selatan nyari sekolah yang cocok. Terus terang saat itu agak galau nyari sekolah, saat di mana ortu ortu berlomba menyekolahkan ke sekolah sekolah unggulan dengan fasilitas mumpuni dan jaminan masa depan gemilang. Di sisi lain ada kegamangan terhadap pendidikan dasar yang kayaknya penuh “doktrin”.

Dokumen Saat  Orangtua SALAM menyelenggarakan pameran seni rupa CARAKA

Tiba di Nitiprayan kami berhenti di pinggir sawah, sebuah plang nama kecil sudah seringkali saya lihat Sanggar Anak Alam. Kebetulan saat itu kami bertemu langsung dengan Bu Sri Wahyaningsih pendiri SALAM. Penjelasan Bu Wahya tidak semua kami pahami, namun Ara anak saya justru asyik bermain drum yg kebetulan ada di ruang kelas Taman Anak (TA).

Pulangnya kami mampir di sebuah sekolah yang konon bergengsi. Kami sempat bertemu dan ngobrol singkat dgn pengurusnya.

Sesampai di rumah, kami bertanya ke Ara, pengen sekolah di mana? Dia menjawab yang ada drumnya.

Dokumen kekiatan ORTU SALAM
Dokumen kegiatan ORTU SALAM

Jadilah kami mendaftarkan anak kami di SALAM, bahkan hingga dia remaja. Ternyata di sekolah itu bukan hanya anak kami yang belajar, justru kami sebagai ortu yang banyak belajar, mendapat inspirasi mengenai pendidikan.

Dokumen kegiatan simbok-simbok SALAM

Selamat ulang tahun ke 21 Sanggar Anak Alam Jogja.

Matur nuwun ilmu dan pengalamannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *