Perang Jawa memiliki makna yang mendalam bagi Peter Carrey, seorang akademisi keturunan keluarga barat yang memiliki ikatan kuat dengan Benua Timur melalui ayahnya yang bekerja di perusahaan kolonial di Burma dan kakeknya yang merupakan seorang misionaris dan perintis pendirian sekolah model Inggris di British India. Peter Carrey mungkin secara tidak sengaja mewarisi tradisi akademisi kolonial dari universitas ternama seperti Oxford, di mana dia dididik dan mengajar. Selama masa kolonial, akademisi seperti dia diberi tugas untuk memahami dinamika sejarah politik di koloni Inggris, yang membawanya pada studi dampak global dari Revolusi Prancis, khususnya di negara-negara Timur Jauh yang pernah dikuasai oleh Inggris, termasuk Pulau Jawa.
Selama periode kolonial, beberapa akademisi lain seperti Dr. Snouck Hurgronje dan Dr. Vollenhoven dari Universitas Leiden juga melakukan studi di Nusantara atas perintah pemerintahan Hindia Belanda, memberikan masukan penting bagi politik kolonial. Ini mencakup bidang kehutanan, di mana Johann Burmann, seorang rimbawan lulusan Jerman, diundang oleh pemerintah Hindia Belanda untuk memulihkan hutan jati di Pulau Jawa dan mengembangkan landasan ilmu kehutanan modern yang masih relevan hingga hari ini. Selain itu, ahli tanah dan agronomi pada saat itu berhasil mengubah hutan di Jawa menjadi perkebunan intensif yang terintegrasi dengan industri, menjadikannya salah satu yang terbesar di dunia dalam berbagai komoditas.
Meskipun masa kolonial berakhir, Peter Carrey memiliki alasan yang kuat untuk memfokuskan karir akademisnya pada Pangeran Diponegoro, tokoh sentral dalam Perang Jawa yang merupakan salah satu perlawanan rakyat terbesar dalam sejarah kolonial Nusantara. Kondisi yang memicu Perang Jawa, seperti yang dijelaskan oleh Peter, mencerminkan kondisi yang dihadapi Indonesia modern saat ini. Perang ini merupakan perlawanan terhadap gelombang globalisasi dan neoliberalisme yang secara langsung memengaruhi mata pencaharian utama rakyat saat itu, pertanian. Rakyat, termasuk petani dan bangsawan pro-rakyat, berhasil dimobilisasi untuk bergabung dalam perlawanan yang menginspirasi doktrin pertahanan keamanan NKRI.
Perang Jawa adalah simbol perlawanan terhadap globalisasi dan neoliberalisme yang merusak mata pencaharian rakyat pada masa itu. Perjuangan rakyat ini menjadi inspirasi bagi pembentukan doktrin pertahanan NKRI. Bahkan, Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadikan Pangeran Diponegoro sebagai simbol perjuangan mereka dalam memperjuangkan petani. Setelah pemberontakan Diponegoro, banyak keluarga dan pengikutnya mencari perlindungan di pesantren-pesantren tradisional di Nusantara.
Apa yang membuat Pangeran Diponegoro begitu istimewa? Peter Carrey mengemukakan bahwa Pangeran Diponegoro memenuhi kriteria sebagai seorang “ratu adil” yang lahir atas panggilan sejarah, dengan karakter fisik, intelektual, dan spiritual yang kuat, serta tidak tergoda oleh kekayaan atau kekuasaan. Kajian tentang Perang Jawa sangat ditunggu oleh berbagai pihak, baik yang tertarik pada rekayasa sosial untuk misi penundukan masyarakat Jawa maupun obsesi pribadi Peter Carrey untuk memahami rahasia kekuatan bangsa Indonesia yang sesungguhnya berada di tangan rakyat. Peter Carrey selalu mengingatkan agar bangsa ini memahami sejarah dan budayanya sendiri.
Kekalahan dalam perlawanan rakyat telah mengubah wajah Indonesia modern menjadi pusat penanaman modal bagi investor global. Namun, hikmah yang dapat kita petik dari Perang Jawa adalah pemahaman bahwa kekuasaan selalu terkait dengan kepentingan kolonial. Pemberontakan dan pengkhianatan sering terjadi karena kendali kepentingan kolonial. Ini tidak hanya terjadi dalam aspek militer, tetapi juga dalam infrastruktur politik, sosial, intelektual, dan fisik yang sangat sistematis, bahkan global.
Beberapa hipotesis mengapa perlawanan rakyat begitu kuat adalah ikatan erat antara misi keagamaan, kerakyatan, dan perlindungan terhadap tradisi Jawa dalam diri Pangeran Diponegoro. Ini memungkinkannya untuk menyatukan berbagai kekuatan rakyat yang mengancam hak hidup mereka. Namun, hipotesis tentang kekalahan perlawanan rakyat yang masih menjadi misteri bagi Peter Carrey mencakup konflik pribadi antara Pangeran Diponegoro, yang meyakini bahwa misi agama dan tradisi kejawen tidak dapat dipisahkan, dengan panglima perangnya, Sentot Alibasyah, yang meyakini bahwa ajaran agama harus dibersihkan dari tradisi.
Perang Jawa, meskipun telah berlangsung 200 tahun yang lalu, masih memiliki relevansi dalam tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Sejarah ini sangat penting dipelajari untuk memahami peradaban manusia di era global ini. UNESCO dengan tepat menetapkannya sebagai “Memory of the World,” karena ini adalah bagian integral dari warisan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dipahami oleh generasi sekarang dan yang akan datang.[]
Dosen Kehutanan UGM
Leave a Reply